Tinjauan yuridis mengenai anak selaku subyek tindak pidana persetubuhan yang dilakukan terhadap anak (studi kasus putusan nomor 10/PID.SUS/2016/PN.SMG)
A nak yang dapat dituntut untuk melakukan tindak pidana ialah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Berdasarkan kasus putusan ini Tindak pidana Persetubuhan sekarang ini semakin banyak dilakukan oleh anak anak dengan berbagai cara untuk melakukan persetubuhan terhadap anak atau orang dewasa. Dalam kasus ini pelaku melakukan persetubuhan sebanyak 2 kali dengan korban yaitu yang pertama sebelum datang rombongan secara bersama sama dengan rombongannya. Dalam hal ini Anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana persetubuhan dapat dikenakan Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Pasal 81. Permasalahan yang akan dibahas pada skripsi ini adalah apakah penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana persetubuhan sudah sesuai dengan Pasal 81 Ayat (1)UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada putusan Nomor 10/Pid.Sus/2016/ PN.SMG dan bagaimana bentuk penyertaan yang terdapat dalam kasus tindak persetubuhan yang dilakukan oleh bersama-sama. Untuk menjawab pokok permasalahan tersebut, dilakukan penelitian yang bersifat yuridis normatif, sifat penelitian yang digunakan deskriptif analisis, data yang digunakan adalah data sekunder, analisis data secara kualitatif, penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif. Sebagai hasil penelitiannya yang pertama sudah tepat Pasal 81 ayat (2) tersebut hanya saja penjatuhan pidana yang kurang tepat tetapi sudah dibenarkan karena adanya Pasal 79 Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kedua, gambaran tentang penyertaan yang tidak ditulis dalam putusan menjelaskan bahwa Pelaku telah memenuhi unsur Penyertaan yaitu Mereka yang Melakukan.