Analisis pemilihan polimer untuk mengatasi lost circulation saat workover pada sumur X lapangan Y
S umur X ini merupakan sumur penghasil minyak yang sudah diproduksi sejak tahun 2005. Pada sumur ini terjadi kerusakan pada ESP (Electric Submersible Pump) sehingga perlu dilakukan penggantian ESP. Kesulitan yang ditemui pada saat ESP akan diganti adalah terjadinya lost circulation pada saat sumur akan dimatikan. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui apa yang menyebabkan dan dimana terjadinya lost circulation, berapa densitas kill fluid yang harus digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, serta pemilihan polimer yang cocok digunakan pada sumur ini, untuk kasus pada sumur ini adalah polimer yang digunakan harus mempunyai ketahanan temperatur hingga pada suhu reservoir, yaitu sebesar 60°C. Penyebab hilangnya fluida ke dalam formasi dianalisa berdasarkan data yang ada, diantarnya tekanan hidrostatis yang dihasilkan fluida untuk mematikan sumur, tekanan reservoir, dan tekanan rekah batuan. Sebelum dilakukan sirkulasi untuk mematikan sumur, sumur ditutup terlebih dahulu dan didapat nilai shut-in casing pressure pada sumur ini sebesar 150 psi. Setelah sirkulasi normal dilakukan, nilai shut-in casing pressure tetap tidak berubah, hal ini menandakan bahwa terjadi total lost circulation terjadi saat sirkulasi normal dilakukan. Nilai shut-in casing pressure sebesar 150 psi menandakan masih adanya influx pada sumur ini, dan dianulir influx berasal dari lapisan A50, dimana pada lapisan ini terdapat gas H2S yang mengisi anulus casing. Perhitungan sederhana untuk menentukan zona lost circulation dilakukan dengan mengasumsikan bahwa di atas zona lost akan diisi oleh gas, dan dibawah zona lost akan diisi oleh minyak. Berdasarkan perhitungan sederhana yang dilakukan, zona lost terletak pada lubang perforasi dengan interval 7 ft pada kedalaman ±1070 ft pada formasi B200. Pengasumsian ini didukung dengan data hasil perhitungan shut-in casing pressure yang didapat berdasarkan perhitungan sesuai dengan data aktual shut-in casing pressure yaitu sebesar 150 psi. Kemudian pada lapangan yang sama, banyak sumur lain yang menemui permasalahan lost circulation total pada formasi yang sama, yaitu pada formasi B200 yang dikarenakan formasi ini sangat permeable, sehingga mempermudah terjadinya lost circulation. Untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh lost circulation ini agar pekerjaan workover bisa dilanjutkan adalah menggunakan metoda bullheading pump untuk mendorong fluida reservoir kembali ke dalam reservoir. Metoda ini dilakukan karena sirkulasi normal tidak bisa dilakukan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, dibutuhkan densitas kill fluid sebesar 8,7 ppg agar tekanan hidrostatis overbalance terhadap tekanan reservoir sebesar 200 psi. Tekanan overbalance ditujukan untuk mencegah terjadinya kick dan agar kill fluid dapat mendorong fluida reservoir kembali kedalam reservoir. Kill fluid yang digunakan saat workover harus solid free dan tidak menyebabkan formation damage sehingga dapat menurunkan produktivitas sumur. Untuk mendapatkan densitas yang diinginkan, kill fluid dibuat dari campuran garam dan fresh water, garam yang digunakan disini adalah KCl, sehingga campuran kill fluid adalah 7% KCl Water. Selanjutnya adalah pemilihan polimer agar fluida menjadi kental sehingga kill fluid tidak mudah masuk kedalam lubang perforasi yang kemudian akan terjadi lost circulation. Polimer yang digunakan disini adalah xanthan gum dengan konsentrasi 2000 ppm dan ditambahkan crosslinker Cr+3 . Penambahan crosslinker terbukti membantu meningkatkan ketahanan polimer terhadap temperatur, pada saat hanya digunakan xanthan gum 2000 ppm, polimer ini hanya mampu mempertahankan sifatnya hingga suhu 40°C, kemudian pada saat ditambahkan crosslinker, polimer dapat mempertahankan sifatnya hingga suhu 60°C sehingga pemilihan xanthan gum dan penambahan crosslinker akan cocok digunakan pada sumur ini. Pemilihan xanthan gum tidak hanya untuk meningkatkan viskositas kill fluid, tetapi juga membutuhkan bridging pada lubang perforasi dimana xanthan gum merupakan polimer yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
W ell X is an oil producer well type. It has been producing oil since 2005, At this well, there is a problem occured causing the ESP (Electrical Submersible Pump) needs to be replaced. The encountered difficulty to replace the ECP is that lost circulation also occured in this well leading to well control problem which is the well can’t be killed. The aim of this analysis is to find out what is the cause and the location of lost circulation occurs, to estimate the kill fluid density required to kill the well, and to choose the polymer that can withstand its rheology at reservoir temperature, which is 60°C. The lost circulation is analyzed using the actual data such as hydrostatic pressure, reservoir pressure, and formation fracture pressure. Before the circulation to attempt killing well is performed, the well needs to be shutin. The shut-in casing pressure recorded is 150 psi, and after the circulation is performed, the shut-in casing pressure remain unchanged which means that total lost circulation occurs when normal circulation is performed. The shut-in casing pressure that shown at the gauge means that there was still influx in this well, and based on well test, the influx came from formation A50 where the influx is H2S gas that fills the casing annulus. Simple calculation is performed to determine where is the lost circulation zone with assumption that there will be gas at the top of the lost circulation zone, and there will be oil at the bottom of the lost circulation zone. Based the calculation, the lost zone lies at formation B200 with 7 ft perforation interval at ±1070 ft. This result from the assumption also supported by the history of this formation at the same field, where in this specific formation, lost circulation often occur at drilling process and workover process because this formation is very permeable and worsen the lost circulation problem. To overcome the problem where normal circulation cannot be implemented, bullhead pump is implemented push the reservoir fluid back to the reservoir to kill the well. Based the calculation, the kill fluid density required to perform this methods is 8,7 ppg for the fluid would overbalance the reservoir pressure with 200 psi. The overbalance is meant to prevent kick and to push back the reservoir fluid. Kill fluid that is used in this process must be solid free so that this mud won’t damage the formation so productivity wouldn’t decrease. To achieve the desired density, kill fluid is made from fresh water and salt which is KCl. Next is choosing the polymer to thicken the kill fluid by increasing the kill fluid viscosity so that the kill fluid won’t seep into the perforation hole. The polymer that used in this case is xanthan gum with concentrations 2000 ppm and added with crosslinker Cr+3. Before the crosslinker is added, the polymer would withstand its viscosity for about 40°C, and after crosslinker is added, the polymer would withstand its viscosity for about 60°C, so it would suitable for this well. Xanthan gum is chosen not only to thicken the kill fluid, but it will also provide bridging effect, where this feature is a really big help to prevent lost circulation through perforation hole.