Pemetaan prasarana sanitasi air limbah setempat di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat
B erdasarkan data dari BPS dan Dinas Sumber Daya Air (DSDA) Provinsi DKIJakarta, akses sanitasi di DKI Jakarta pada tahun 2022 mencapai 94.4%, namunmasih terdapat 5.6% yang tergolong dalam kategori Buang Air Besar Sembarangan(BABS). Permasalahan sanitasi, air minum, sampah, dan drainase di Jakarta Barat,khususnya di Kecamatan Cengkareng, menyebabkan penyakit waterbone diseaseair limbah setempat. Kelurahan Kapuk di Kecamatan Cengkareng merupakandaerah yang padat dan kumuh dan tidak termasuk dalam zona pembangunan JSS,maka penelitian ini bertujuan menyelesaikan permasalahan sanitasi di KelurahanKapuk. Tujuan dari perencanaan ini adalah merekomendasikan teknologi sanitasiair limbah setempat. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melaluiwawancara, kuesioner, dan observasi lapangan di lima RW prioritas: RW 03, RW07, RW 08, RW 12, dan RW 16 yang memiliki kepadatan tinggi serta memilikitingkat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang tinggi (diatas 3% kasusBABS). Kuisoner disampaikan pada 100 orang responden yang sesuai denganperhitungan rumus Slovin. Kondisi sanitasi air limbah di Kelurahan Kapuktergolong cukup buruk karena 83% masyarakat sudah memiliki tangki septik, akantetapi tidak pernah melakukan penyedotan, baik 3 tahun ataupun 5 tahun sekali,sementara itu 17% warga yang tidak memiliki tangki septik sehingga air limbahdomestik dibuang ke saluran terbuka. Sistem setempat dipilih untuk mengatasipermasalahan sanitasi air limbah dengan membangun tangki septik komunal.Direncanakan tangki septik sebanyak 533, 310, 328, 248, dan 652 unit untukmasing-masing RW 03, RW 07, RW 08, RW 12 dan RW 16. Peningkatanpersentase sanitasi berkisar antara 33% hingga 89% di ke-5 RW tersebut.
B ased on data from BPS and the DKI Jakarta Provincial Water Resources Agency (DSDA), sanitation access in DKI Jakarta in 2022 reached 94.4%, but there were still 5.6% who were categorized as Open Defecation (OD). The problems of sanitation, drinking water, waste, and drainage in West Jakarta, especially in Cengkareng District, cause local wastewater waterborne disease. Kapuk Village in Cengkareng District is a dense and slum area and is not included in the JSS development zone, so this study aims to solve sanitation problems in Kapuk Village. The purpose of this planning is to recommend local wastewater sanitation technology. This study uses data collection methods through interviews, questionnaires, and field observations in five priority RWs: RW 03, RW 07, RW 08, RW 12, and RW 16 which have high density and have high levels of Open Defecation (BABS) (above 3% BABS cases). The questionnaire was given to 100 respondents who were in accordance with the Slovin formula calculation. The condition of wastewater sanitation in Kapuk Village is quite bad because 83% of the community already has a septic tank, but has never been pumped out, either once every 3 years or 5 years, while 17% of residents do not have a septic tank so that domestic wastewater is discharged into open channels. The local system was chosen to overcome the problem of wastewater sanitation by building communal septic tanks. It is planned that there will be 533, 310, 328, 248, and 652 septic tanks for RW 03, RW 07, RW 08, RW 12 and RW 16, respectively. The increase in the percentage of sanitation ranges from 33% to 89% in the 5 RW.