Analisis yuridis akibat tidak diberikannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) berdasarkan Pasal 109 Ayat (1) Kitab Undang-Undang hukum acara pidana (analisis putusan nomor 1/Pid.Prap/2018/Pn Pbl)
P ada awalnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan hanya merupakan syarat administratif. Tetapi saat keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 SPDP yang diatur dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP sifatnya diubah menjadi wajib untuk diberikan kepada terlapor/tersangka, pelapor, korban dan Penuntut Umum dalam jangka waktu 7 hari. Permasalahannya adalah saat keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak disertakan akibat apabila SPDP tidak disampaikan. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara normatif, pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan analisa dilakukan secara deduktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) SPDP apabila tidak diberikan kepada tersangka dapat menyebabkan penyidikan batal demi hukum, karena tidak menyapaikan SPDP merupakan perbuatan yang melanggar KUHAP, apabila penyidikan dilandaskan dari perbuatan yang melanggar KUHAP, maka penyidikan menjadi batal demi hukum dan penetapan tersangkanya menjadi tidak sah. 2) Putusan Praperadilan Nomor 1/Pid.Prap/2018/Pn Pbl dengan pertimbangan bahwa SPDP hanya wajib diberikan kepada terlapor, hal tersebut merupakan pertimbangan yang bersifat normatif dan didalam KUHAP sendiri tidak ada frasa terlapor. Sehingga, seharusnya SPDP juga merupakan hal yang wajib disampaikan kepada tersangka.