Tinjauan yuridis peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah menurut hukum tanah nasional (studi kasus putusan Pengadilan Tinggi Nomor 169/PDT/2019/PN DKI)
H Hibah adalah salah satu bentuk peralihan hak atas tanah. Hibah dilakukan pada waktu pemegang hak atas tanahnya masih hidup dan dibuktikan dengan akta hibah yang dibuat oleh dan dihadpan PPAT. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah peralihan hak atas tanah berdasarkan Hibah kepada MUTHIA dan M.KHULAIFI (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 169/PDT/2019/PT DKI) telah sesuai dengan Hukum Tanah Nasional dan apakah pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 169/PDT/2019/PT DKI, yang membatalkan akta hibah, telah sesuai dengan Hukum Tanah Nasional. Penelitian ini menggunakan metode Normatif, menggunakan data sekunder, analisis secara kualitatif dengan penarikan kesimpulan metode deduktif, kesimpulan penelitian ini bahwa Syarat pembuatan hibah menurut Hukum Tanah Nasional adalah syarat materiil (Pemberi Hibah,Penerima Hibah Dan Objek Hibah) dan Syarat Formil (dibuat oleh dan dihadapan PPAT). Berdasarkan Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 169/PDT/2019/PT DKI, untuk syarat formil (dibuat dengan akta PPAT) sudah terpenuhi namun untuk syarat materil (Pemberi Hibah, Penerima Hibah dan Objek Hibah) ada satu yang tidak terpenuhi yaitu dalam hal Pemberi Hibah. Dimana Pemberi Hibah yang menandatangani Akta Hibah (Nomor 209/2000, 210/2000 dan 211/2000, tanggal 11 Agustus 2000, dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yakni H. Rizul Sudarmadi SH) seharusnya dilakukan oleh seluruh pemilik dari objek hibah yaitu H.Ilyas dan anak-anaknya yang lahir dalam perkawinan antara H.Ilyas dan HJ.Khodijah, namun kenyataannya Pemberi Hibah yang menandatangani akta Hibah hanya H.Ilyas. Akibatnya terhadap akta hibah tersebut mengadung cacat yuridis dalam pembuatannya. Adapun konsekuensi yang harus ditanggung terhadap akta hibah tersebut adalah tidak memiliki kekuatan hukum dan pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat akta hibah tersebut dapat mengajukan gugatan. Sehingga peralihan hak atas tanah berdasarkan hibah tersebut tidak sesuai dengan Hukum Tanah Nasional. Kesesuaian pertimbangan hakim menurut Hukum Tanah Nasional adalah pertama bahwa objek hibah milik dari seluruh ahli waris dari Hj. Khodijah jadi yang menandatangani akta hibah sebagai pemberi hibah adalah suami dan anak-anak dari Hj. Khodijah, menurut penulis pertimbangan hakim yang pertama adalah tepat. Pertimbangan hakim kedua adalah bahwa anak dibawah umur dilarang mendapatkan hibah, penulis berpendapat bahwa tidak ada aturan yang melarang bahwa anak dibawah umur tidak boleh menerima hibah hal ini sesuai dengan pasal 1679 KUHPERDATA. Pertimbangan hakim yang ketiga adalah H.Ilyas tidak boleh menjadi wali bagi anaknya, untuk menerima hibah harus ada izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur, penulis berpendapat bahwa berdasarkan Pasal 359 KUHPERDATA tidak perlu ada izin dari Pengadilan Negeri Jakarta timur. Penulis berkesimpulan bahwa tidak semua pertimbangan hakim sesuai dengan Hukum Tanah Nasional.