Hubungan hba1c dengan proteinuria pada diabetes melitus tipe 2
D iabetes melitus (DM) merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Untuk menegakan diagnosis DM dibutuhkan pemeriksaan glukosa darah puasa dan sewaktu. Saat ini pemeriksaan HbA1c dapat digunakan sebagai diagnosis DM. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan HbA1c dapat digunakan untuk memprediksi komplikasi mikrovaskular dari DM, salah satunya adalah nefropati diabetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara HbA1c dengan proteinuria pada pasien DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan metode potong lintang yang mengikutsertakan 100 pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya. Data yang dikumpulkan menggunakan data sekunder berupa nilai HbA1c dan proteinuria. Analisa data dengan menggunakan SPSS versi 21.0 dan tingkat kemaknaan yang digunakan sebesar 0,05. Bersadarkan jumlah sampel yang diteliti didapatkan hasil berdasarkan distribusi karakteristik subjek penelitian sebgaian besar berusia 51-60 tahun yaitu sebesar 40 responden (40 %). Untuk jenis kelamin terbanyak yang memiliki HbA1c yang tinggi adalah perempuan dengan jumlah 52 responden (52 %). Untuk jumlah sampel terbanyak menurut umur adalah umur 40-50 tahun yang memiliki proteinuria tingkat 1 berjumlah 14 orang. Sedangkan Untuk jenis kelamin terbanyak yang memiliki proteinuria untuk jumlah sampel terbanyak menurut jenis kelamin adalah laki-laki dengan proteinuria tingkat 1 berjumlah 18 orang. Terdapat hubungan antara HbA1c dengan proteinuria pada diabetes melitus tipe 2.
D iabetes melitus (DM) is a public health problem, both global, regional, national and local. DM was ranked sixth as the cause of death. Diagnosis of DM is required to enforce the fasting blood glucose test and random blood glucose test. Currently HbA1c examination can be used as a diagnosis of DM. In addition to diagnosis, examination of HbA1c can be used to predict the microvascular complications of DM, one of the complication is diabetic nephropathy. This study aims to determine the relationship between HbA1c with proteinuria in patients with type 2 diabetes mellitus. This study uses an observational analytic design with cross sectional method involving 100 patients with diabetes mellitus in the Hospital Dr. Soetomo. Data were collected using secondary data from HbA1c values and proteinuria. Data analysis using statistic program. The number of samples studied was described based on the distribution characteristics of the study subjects. The amount of subject participate in the study mostly aged between 51-60 years old with the frequencies of 40 respondents (40%) and woman was participated mostly in the subject with the frequencies of 55 respondents (55 %). Woman had highest HbA1c percentage with the number of 52 respondents (52 %). Age with the highest HbA1c aged between 51-60 years with the number of 40 respondents (40 %). While 18 men had the most frequent number of proteinuria with the level of +1. 14 respondents (14 %) age between 40-50 years had the most frequent number of samples that had proteinuria with the proteinuria level of +1. Sperman test showed that there was a correlation between HbA1c (p=0,000) and proteinuria (r=0,865) with type 2 diabetes melitus. Pada uji korelasi sperman didapatkan korelasi antara HbA1c (p=0,000) dan proteinuria (r=0,865) pada DM tipe 2. There is correlation between HbA1c and proteinuria in type 2 DM