Hubungan bayi berat lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Karawang
S alah satu penyebab kematian bayi terbanyak di Negara berkembang adalah asfiksia neonatorum. Menurut riskesdas asfiksia neonatorum merupakan penyebab tersering kematian bayi di Indonesia selain berat lahir rendah dan infeksi. Banyak dampak yang terjadi akibat terjadinya asfiksia seperti gangguan dari organ-organ sehingga merusak sistem tubuh yang akhirnya dapat menimbulkan kecacatan ataupun kematian. Untuk mengurangi kematian bayi dalam rangka mewujudkan MDGs nomor 4, maka perlu pencegahan terhadap faktor risiko terjadinya asfiksia, Salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia menurut penelitian sebelumnya adalah BBLR. BBLR menjadi faktor yang penting karena merupakan penyebab lain kematian neonatus terbanyak di Indonesia selain asfiksa neonatorum. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif analitik dengan desain potong lintang. Sampel penelitian berjumlah 144 bayi BBLR tahun 2013 di RSUD Karawang. Data diambil dengan cara melihat rekam medis bayi BBLR pada tahun 2013 dan mengisi form yang berisi berat bayi, skor APGAR, Usia ibu saat hamil, jumlah paritas, usia kehamilan dan infeksi neonatorum. Analisis data menggunakan uji analisis Chi Square dan dianalisis memakai Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17.0. Dari 144 bayi BBLR, mayoritas bayi responden memiliki berat < 2500 gram yaitu 129 bayi (89,58%). Pada responden juga didapatkan paling banyak mengalami asfiksia dengan derajat ringan-sedang yaitu 112 bayi (77,78%). Dari data ibu juga terlihat distribusi usia saat hamil dan jumlah paritas diantaranya, pada responden didapatkan paling banyak ibu dengan usia 25-35 tahun saat hamil yaitu (35,42%). Paritas pertama atau primipara terdapat sebanyak 64 ibu (44,44%) dan merupakan jumlah tertinggi dari jumlah paritas lainnya. Pada responden juga didapatkan lebih banyak masuk kategori bayi kurang bulan yaitu 89 bayi (61,81%) dan mengalami infeksi yaitu 118 bayi (81,94%). Untuk mengetahui hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum maka dilakukan uji Chi Square. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai P = 0,002 yang bernilai lebih kecil dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum. Penelitian ini menyatakan terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum. Sebagian besar responden memiliki berat < 2500 gram. Selain itu, sebagian besar responden juga mengalami asfiksia neonatorum. Bayi BBLR lebih banyak ditemukan pada ibu dengan usia 25-35 tahun, paritas pertama dan usia kehamilan kurang bulan. Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR terbanyak adalah Infeksi neonatorum. Total bayi yang mengalami BBLR pada tahun 2013 di RSUD Karawang adalah 894 bayi.
O ne of the most common causes of infant mortality in developing countries is neonatal asphyxia. According to riskesdas of neonatal asphyxia is the most common cause of infant mortality in Indonesia in addition to low birth weight and infection. Many effects that occur as a result of asphyxia such as interference from the organs that damage the body's system which can eventually cause disability or death. To reduce infant mortality in order to realize MDG number 4, it is necessary to prevent the risk factors for asphyxia. One risk factor for asphyxia according to previous studies is LBW. LBW is an important factor because it is another cause of the most neonatal deaths in Indonesia in addition to neonatal examination. This study uses a retrospective analytical method with cross-sectional design. The study sample consisted of 144 LBW babies in 2013 at Karawang Hospital. Data was taken by looking at the medical records of LBW babies in 2013 and filling out the form containing the baby's weight, APGAR score, maternal age at pregnancy, number of parity, gestational age and neonatal infection. Data analysis using Chi Square analysis test and analyzed using the Statistical Program for Social Science (SPSS) version 17.0. Of the 144 LBW babies, the majority of the respondents had a weight of <2500 grams, namely 129 babies (89.58%). In the respondents also found the most experienced mild asphyxia with asphyxia, 112 infants (77.78%). From the maternal data, it was also seen the age distribution during pregnancy and the number of parity among them, in the respondents found that at most mothers aged 25-35 years were pregnant (35.42%). The first parity or primipara is 64 mothers (44.44%) and is the highest number of other parities. The respondents also found that there were 89 more babies (61.81%) and less than 118 months (81.94%). To determine the relationship between LBW and the incidence of neonatal asphyxia, Chi Square tests were conducted. After the calculation is done, the value of P = 0.002 is worth less than 0.05. So that it can be concluded, that there is a relationship between LBW and the incidence of neonatal asphyxia. This study states that there is a relationship between LBW and the incidence of neonatal asphyxia. Most respondents weigh <2500 grams. In addition, most of the respondents also experienced neonatal asphyxia. LBW babies are more commonly found in women aged 25-35 years, first parity and less months of gestation. The complications that occur in most LBW infants are neonatal infections. The total number of babies who experienced LBW in 2013 at the Karawang Hospital was 894 babies.