Akibat hukum atas cidera janji dalam pembayaran non skbdn (surat kredit berdokumen dalam negeri) pada bisnis konstruksi
P Pasal 1 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia nomor 10/5/PBI/2008 tentang perubahan peraturan Bank Indonesia nomor 5/6/PBI/2003 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) isinya bahwa Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) atau lazim dikenal sebagai "Letter of Credit" (L/C) Dalam Negeri adalah setiap janji tertulis berdasarkan permintaan tertulis Pemohon (Applicant) yang mengikat Bank Pembuka (Issuing Bank) untuk: a. melakukan pembayaran kepada Penerima atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh Penerima; b. memberi kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran kepada Penerima atau ordernya, atau mengaksep dan membayar wesel yang ditarik oleh Penerima; atau c. memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi wesel yang ditarik oleh Penerima, atas penyerahan dokumen, sepanjang persyaratan dan kondisi SKBDN dipenuhi. Dalam praktek perjanjian bisnis konstruksi yang sering dilakukan oleh pelaku usaha adalah pembayaran dengan SKBDN. Namun ada juga yang menggunakan non SKBDN. Permasalahannya adalah bagaimana pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian dengan sistem pembayaran non Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), bagaimana akibat hukum pada pembayaran non Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) jika terjadi cidera janji, dan bagaimana pengaruhnya terhadap cashflow bagi kontraktor untuk pembayaran Non Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan pengambilan kesimpulan secara logika deduksi. Hasil penelitian menggambarkan bahwa perjanjian yang dilakukan PT X dan PT Y sudah sesuai asas kebebasan berkontrak, Akibat hukum jika terjadi cidera janji pada system pembayaran Non SKBDN ditempuh secara non litigasi dan litigasi. Pada kasus ini langkah awal yang dilakukan adalah non litigasi dengan surat teguran I,II,III serta somasi I,II,III. Langkah selanjutnya karena tidak berhasil maka ditempuh secara litigasi ke pengadilan hingga terbit akta perdamaian. Adapun pengaruh keterlambatan pembayaran antara rencana cashflow dan casflow actual menyebabkan penurunan profit sebesar 18,85% dari 22,95% menjadi hanya 4,1%.