Penambahan penyertaan modal Negara Republik Indonesia ke dalam modal saham perusahaan perseroan (PERSERO) PT. Indonesia Asahan Alumunium sebagai holding BUMN sektor pertambangan
I Indonesia memiliki kekayaan sumber daya dan cadangan mineral serta batu bara yang besar termasuk yang dikelola BUMN sektor Pertambangan. Oleh karenana pengolahan lanjut atas komoditas pertambangan (hilirasasi) belum dilakukan secara optimal serta penguasaan sumber daya dan cadangan mineral oleh BUMN sektor pertambangan masih relatif rendah dibandingkan perusahaan swasta nasional maupun asing maka perlu adanya pembentukan holding BUMN di sektor pertambangan. Pembentukan holding BUMN pertambangan PT. Inalum menjadi polemik dikalangan ahli hukum karena adanya peraturan pemerintah yang baru yang mengesampingkan kewenangan DPR atas kekayaan negara serta adanya isu penjualan BUMN kepada pihak asing atau swasta.Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menggambarkan apakah penambahan penyertaan modal negara kedalam Holding BUMN PT. Inalum bertentangan dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dan Untuk menggambarkan bagaimana akibat hukum penyertaan modal negara dari anak perusahaan ke dalam modal PT. Inalum. Penelitian ini merupakan penelitian normative yang menggunakan data primer dan sekunder. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara dan studi kepustakaan lalu kemudian dianalisis secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian, Penulis berkesimpulan bahwa (1) Penambahan penyertaan modal negara kedalam modal perusahan perseroan (Persero) PT. Indonesia Asahan Alumunium tidak bertentangan dengan Undang-undang No.19 tahun 2003 tentang BUMN kekayaan negara yang sudah ada di dalam Badan Usaha Milik Negara tidak dalam bentuk saham pengelolaannya tidak melalui mekanisme APBN tapi melalui mekanisme Perseroan Terbatas. Persetujuan DPR RI masih tetap diperlukan apabila PT. Inalum atau anak perusahaan BUMNnya akan dijual ke pihak swasta (2) Akibat Hukum dari penambahan penyertaan modal negara dari anak perusahaan ke dalam modal PT. Inalum adalah PT. Antam, PT. Timah, dan PT. Bukit Asam, menjadi anak perusahaan PT. Inalum dan kehilangan status perseroannya dan PT. Inalum menjadi pemegang saham mayoritas pada PT. Antam, PT. Timah, dan PT. Bukit Asam, dan menyisakan pemerintah sebagai pemegang saham istimewa yaitu saham seri A dwiwarna sebanyak 1 lembar saham.