P
endaftaran tanah di Indonesia dilakukan dengan tujuan utama kepastian hukum (Pasal 19 UUPA). Untuk melaksanakan pendaftaran Tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pemerintah memandang perlu melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam PP No 37 Tahun 1998 dengan menerbitkan PP No 24 Tahun 2016. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana perbedaan pengaturan mengenai jabatan PPAT dalam PP No 24 Tahun 2016 dengan PP No 37 Tahun 1998? Apakah alasan pengaturan larangan rangkap jabatan/profesi bagi PPAT dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016?. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan data diolah secara kualitatif. Dalam PP No. 24 Tahun 2016, Perubahan peraturan PPAT itu sendiri di satu sisi memberikan kemudahan dan kebaikan bagi PPAT, diantaranya adalah mengenai penghapusan formasi PPAT, syarat untuk menjadi PPAT dengan usia minimal 22 dan daerah kerja PPAT yaitu satu wilayah Provinsi. Pengaturan Tersebut di satu sisi memberikan dampak positip, diantaranya wilayah kerja yang lebih luas dan kesempatan menjadi PPAT baru. Namun disisi lain memberikan dampak negatip, diantaranya larangan rangkap jabatan yang lebih luas akan menurunkan kondisi perekonomian PPAT dan penghapusan formasi PPAT mengakibatkan penumpukan PPAT serta ketidakseimbangan jumlah PPAT dengan kebutuhan akan PPAT. Dalam PP No. 24 Tahun 2016 pengaturan larangan merangkap jabatan PPAT dilakukan penambahan profesi pekerjaan di bidang hukum maupun non hukum guna meningkatkan efektifitas dan kinerja PPAT, hal ini dirasa tidak memenuhi rasa keadilan karena dapat merugikan perekonomian PPAT. Pemerintah dalam membuat peraturan PPAT mempertimbangkan dampak yang timbul dan kedepannya dapat memberikan kemanfaatan, kepastian dan keadilan bagi masyarakat.