Perlindungan konsumen terhadap konsumen pengguna hand sanitizer “antiseptic†yang mencantumkan klaim “anti corona†pada label produk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
B erawal dari adanya 2 orang yang positif virus corona (covid-19) di wilayah Depok, Jawa Barat. Pada hari ini, Senin (2/3/2020), Presiden Joko Widodo mengumumkan 2 WNI ,terjangkit virus corona, yang menyebabkan melonjaknya harga hand sanitizer. Rumusan masalah yang Penulis bahas bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap produk hand sanitizer “Antiseptic†dan bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang menggunakan klaim “Anti Corona†pada label produk hand sanitizer “Antisepticâ€. Metode Penulisan normatif, sifat Penulisan deskriptif, jenis data menggunakan data primer dan sekunder, analisis data secara kualitatif, serta pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif. Berdasarkan hasil kajian UUPK dan UU Kesehatan serta Permenkes telah memberikan perlindungan terhadap konsumen pengguna hand sanitizer baik secara preventif dan represif serta tanggung jawab pelaku usaha. Namun, perlindungan hukum secara represif ini belum dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Alkes dan PKRT karena ada banyaknya kasus serupa, lalu mengenai izin edar yang digunakan diberikan oleh Kementerian Kesehatan, dan bukanlah ranah dari BPOM. Serta, yang perlu diingat pula, pelaku usaha yang ingin memperjual-belikan produk hand sanitizer harus memiliki sertifikat produksi dan izin edar yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam Permenkes hanya mengatur mengenai sanksi adminstratif. Serta tanggung jawab dari pelaku usaha untuk menarik kembali produknya dari peredaran atau dikenakan sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini ialah Undang-Undang Perlindungan Konsumen.