B
erdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 para terlapor yang dinyatakan dan telah diputus melakukan pelanggaran yang diatur di bidang persaingan usaha dapat mengajukan upaya hukum keberatan hingga tingkat kasasi. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim di setiap tingkat peradilan dan kesesuaian sanksi yang dikenakan terhadap para terlapor dengan peraturan di bidang persaingan usaha? Untuk menjawab permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian normatif terhadap Putusan KPPU Nomor 14/KPPU-L/2016, Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 310/Pdt-Sus-KPPU/PN.MKS, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 873 K/Pdt.Sus-KPPU/2019. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif, dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Analisis terhadap putusan-putusan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa 1) 7 (tujuh) dari 8 (delapan) terlapor pada Putusan KPPU no. 14/KPPU-L/2016 terbukti melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999, namun putusan KPPU tersebut dibatalkan di tingkat Keberatan di Pengadilan Negeri Makassar dalam Putusan 310/Pdt.Sus.KPPU/2017/PN.Mks, dan akhirnya Putusan KPPU dikuatkan di tingkat Kasasi sehingga Putusan PN Makassar tersebut dibatalkan; 2) Sanksi administratif yang dikenakan KPPU terhadap para terlapor didalam Putusan KPPU No. 14/KPPU-L/2016 sudah diputus berdasarkan peraturan di bidang usaha, namun KPPU dianggap mengistimewakan personil Pejabat Negara yakni Terlapor 1, Terlapor 2, Terlapor 3, dan Terlapor 4 yaitu dengan tidak mencantumkan sanksi secara spesifik dan pembebanan sanksi yang ringan dibandingkan pelaku usaha (para terlapor) lainnya. Karena itu penulis menyarankan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar seharusnya mempertimbangkan unsur-unsur pelanggaran dalam UU No. 5/1999 dan aturan dibidang persaingan usaha terkait lainnya; Putusan KPPU Nomor 14/KPPU-L/2016 hendaknya menerapkan serta mencantumkan sanksi administratif yang lebih spesifik dan lebih berat yang dikenakan terhadap Terlapor 1, Terlapor 2, Terlapor 3, dan Terlapor 4 selaku personil Pejabat Negara.