Tinjauan yuridis penindakan terhadap pesawat udara sipil melakukan pelanggaran kedaulatan wilayah udara Indonesia menurut hukum udara internasional (studi kasus penyergapan pesawat udara gulfstream IV oleh tentara nasional Indonesia angkatan udara)
P asal 1 Konvensi Chicago 1944 menyatakan bahwa negara berdaulat secara penuh dan utuh atas wilayah udaranya, sehingga negara (dalam hal ini Indonesia) dapat mengatur lalu lintas penerbangannya agar tidak terjadi gangguan ataupun kekacauan di wilayah udaranya seperti dengan mengharuskan adanya izin terbang maupun menentukan jalur-jalur udara bagi pesawat udara asing untuk terbang di wilayah udara Indonesia. Pada umumnya, pelanggaran terhadap wilayah udara sering terjadi dan dilakukan oleh pesawat udara sipil, termasuk pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat udara Gulfstream IV berkebangsaan Arab Saudi. Maka permasalahannya adalah pelanggaran apa sajakah yang dilakukan oleh Gulfstream dan apakah yang menjadi dasar tindakan Indonesia dalam menindak pelanggaran tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara normatif terhadap pelanggaran tersebut. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan cara deduktif. Berdasarkan analisis terhadap peristiwa tersebut, dapat disimpulkan bahwa: 1) Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Gulfstream adalah melakukan penerbangan tanpa izin di wilayah udara Indonesia dan terbang melenceng dari jalurnya, sehingga melanggar ketentuan dalam Annex 2 Konvensi Chicago 1944 dan Pasal 53 UNCLOS 1982; 2) Berdasarkan prinsip kedaulatan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 tindakan yang dilakukan TNI AU sebagai tanggapan atas pelanggaran yang dilakukan adalah penyergapan, yang juga didasari oleh Pasal 3bis Konvensi Chicago 1944 dan Attachment A Annex 2 dari Konvensi Chicago 1944 serta prosedur-prosedur penyergapan pesawat udara sipil yang telah ditetapkan oleh TNI AU.