Syarat formil perundingan Bipartit dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial (studi putusan Nomor 10/PDT.SUS-PHI/2018/ PN.DPS. JO. putusan Nomor 392/K/PDT.SUS-PHI/2019)
P Perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan melakukan upaya perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan oleh para pihak, pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Dps. jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 392/K/Pdt.Sus-PHI/2019 serta akibat hukum berkaitan dengan syarat formil perundingan bipartit telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Penelitian ini merupakan tipe penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, bersumber dari data sekunder dan dianalisis secara kualitatif serta kesimpulan ditarik dengan cara deduktif. Prosedur penyelesaian yang dilakukan para pihak tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, sehingga dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 10/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Dps. jo Putusan Mahkamah Agung Nomor 392/K/ Pdt.Sus-PHI/2019 terdapat cacat formil dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial, pertimbangan hakim tersebut dilihat secara teori mengandung cacat formil, karena proses mediasi yang telah dilakukan tidak sah dan berakibat hukum putusan tersebut sah dapat dilaksanakan oleh para pihak, namun mengakibatkan timbulnya perbedaan penafsiran mengenai ketiadaan perundingan bipartit.