Pencabutan hak politik mantan narapidana korupsi di tinjau dari dimensi hak asasi manusia (studi penelitian tentang kasus Setya Novanto)
J Jelang pemilu 2019, isu tentang calon anggota legislatif merupakan permasalahan yang paling ramai dibicarakan KPU RI mengeluarkan PKPU No.20 Tahun 2918 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang memuat larangan bagi mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri menjadi anggota legislatif. Pokok permasalahannya dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai hak politik bagi warga negara Indonesia, dan bagaimanakah pembatasan hak politik bagi mantan arapidana korupsi ditinjau dari dimensi hak asasi manusia. Untuk menjawab pokok-pokok permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian yuridis-normatif mengunakan data sekunder. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan studi kepustakaan, analisis ini dilakukan secara kualitatif, pengambilan kesimpulan menggunakan metode deduktif. Kesimpulan penelitian ini adalah HAM di negara Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 pada Bab XA pasal 28A-28J dan Pasal 23 Ayat(1), Pasal 43 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Salah satu hak asasi manusia yang diatur tersebut adalah hak asasi di bidang politik. Secara teoritis hak asasi manusia dapat digolongkan kedalam 2 golongan yaitu derogable human rights dan non derogable human rights. Hak politik merupakan hak asasi manusia yang termasuk kedalam derogable human rights sehinggga dapat dilakukan pembatasan sesuai dengan ketentuan UUD NRI 1945.