Analisis yuridis terhadap penuntutan secara terpisah dalam perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama dalam kasus proyek pembangunan jalan Sukahati-Kedunghalang Bogor atas nama terdakwa Carles Panjaitan
T Tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah sebagai berikut: 1). Untuk menggambarkan bagaimana penuntutan terdakwa yang didakwa bersama-sama dengan terdakwa lain tapi terpisah penuntutannya ditinjau dari aspek hak asasi manusia tentang tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian. 2). Untuk menggambarkan praktik bagaimana praktik penerapan unsur setiap orang yang tidak memiliki kualitas Pegawai Negeri dalam dakwaan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan tipe penelitian secara normatif dan bersifat deskriptif analisis, data diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan dianalisa secara kualitatif, sedangkan penarikan kesimpulan menggunakan metode deduktif. Penuntutan pidana secara terpisah (splitsing) secara formal dibenarkan sesuai dengan ketentuan Pasal 142 KUHAP, akan tetapi keterangan saksi tersebut sesungguhnya melanggar HAM karena memaksa saksi untuk membuktikan keterlibatannya dalam perkara yang nantinya menyatakan ia sebagai terdakwa. Praktik Penerapan Unsur Setiap Orang yang Dimiliki Kualitas Sebagai Pegawai Negeri dalam Dakwaan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 dapat dijelaskan bahwa Tindak Pidana Korupsi dengan terdakwa orang swasta adalah sebagai orang yang turut serta melakukan dengan pelaku utama tindak pidana korupsi tersebut adalah pegawai negeri.