Analisis perbandingan CMC Eceng Gondok dan CMC Daun Nanas terhadap lumpur pemboran untuk mengurangi lost circulation
P Permasalahan kehilangan cairan lumpur di dalam formasi akan mengalami kerugian karena filtrat yang masuk ke formasi dapat membentuk zona permeabilitas berkurang sehingga terjadi penurunan tingkat produksi. Lumpur pemboran sangat penting dalam suatu operasi pemboran, oleh karena itu operasi pemboran yang dilakukan tidak selalu berjalan dengan lancar adakalanya terjadi permasalahan yang menganggu operasi pemboran, masalah lost circulation pada lumpur pemboran ini mengakibatkan sebagian atau seluruh lumpur pemboran masuk ke dalam formasi yang sedang dibor pada saat sirkulasi, akibatnya tekanan hidrostatik dan tekanan formasi menjadi tidak seimbang. Penanggulangan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya lost circulation dengan menggunakan tambahan CMC (Carboxymethil Cellulose). Karena CMC memiliki sifat pengental, penstabil emulsi dan pengikat. Sehingga pada penelitian ini menggunakan bahan alternatif additive CMC yaitu daun nanas dan eceng gondok. Kandungan selulosa yang tinggi pada serat daun nanas diharapkan dapat menjadi sumber selulosa seperti CMC. Pada penelitian ini digunakan daun eceng gondok sebagai bahan yang akan dipakai. Daun eceng gondok tergolong dalam mikrofita yang terletak di atas permukaan air, yang didalamnya terdapat lapisan rongga udara yang berfungsi sebagai alat penampung tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik lumpur mulai dari viskositas, rheology lumpur (plastic viscosity, yield point, gel strength) dan filtration loss dengan menggunakan lumpur bahan dasar air pada temperatur 80 dan 200 °F dengan konsentrasi 2, 6, dan 8 gram. Hasil uji laboratorium pada kedua sampel menunjukkan adanya perbedaan setiap penambahan konsentrasi di temperature 80 dan 200 °F. Pada temperatur yang lebih tinggi nilai viskositas, yield point, plastic viscosity, gel strength dari CMC daun nanas dan CMC eceng gondok menunjukan kenaikan dibandingkan di temperatur 80 °F. Adapaun untuk filtration loss yang dihasilkan sebesar 14 ô°¦ 9 ml dengan tebal mud cake 3 ô°¦ 2 mm pada temperatur 200 °F.
T The problem of mud fluid loss in the formation will occur because the filtrate flow into the formation can form a reduced permeability zone resulting in a decrease in production levels. Drilling mud is very important in a drilling operation, therefore drilling operations carried out not always proceed smoothly, sometimes there are problems that interfere with drilling operations, the problem of lost circulation in drilling mud results in part or all of the drilling mud entering the formation being drilled during circulation, as a result the hydrostatic pressure and formation pressure become unbalanced. Countermeasures taken to avoid lost circulation by using additional CMC (Carboxymethyl Cellulose). Because CMC has thickening, emulsion stabilizing and binding properties.This research uses alternative CMC additives, namely pineapple leaves and water hyacinth. The high cellulose content in pineapple leaf fiber is expected to be a source of cellulose such as carboxymethyl cellulose (CMC). In this study, water hyacinth leaves were used as the material to be used. Water hyacinth leaves are classified as microphytes that are located above the water surface, in which there is a layer of air cavities that function as a plant container. This study was conducted to determine the physical properties of mud ranging from density, viscosity, mud rheology (plastic viscosity, yield point, gel strength) and filtration loss using water- based mud at temperatures of 80 °F and 200 °F with concentrations of 2 grams, 6 grams, and 8 grams.The laboratory test results on both samples showed a difference with each additional concentration at temperatures of 80 °F and 200 °F. At higher temperatures the values of viscosity, yield point, plastic viscosity, gel strength of pineapple leaf CMC and water hyacinth CMC show an increase compared to 80 °F. As for the filtration loss produced, it is 14-9 ml with a mud cake thickness of 3- 2 mm at 200 °F.