Sitotosiksitas campuran ekstrak buah sirih, buah pinang, dan kapur terhadap galur sel 3T3 dengan atau tanpa enzim alfa-amylase
m enyirih merupakan suatu kebiasaan mengunyah campuran dari sirih, pinang, dan kapur. Dengan variasi cara penggunaan dalam kebiasaan menyirih, tentu resiko yang terjadi juga berbeda-beda. Di Indonesia bagian timur, prevalensi kanker mulut lebih tinggi dari pada di Indonesia bagian barat. Telah diketahui bahwa di Indonesia bagian Barat menggunakan daun sirih sebagai bahan dari menyirih, sedangkan Indonesia bagian Timur menggunakan infloresent sirih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran ekstrak tanpa enzim amilase bersifat paling sitotoksik pada konsentrasi 60ug/ml dalam masa inkubasi 24 jam, dan 120ug/ml pada masa inkubasi 48 jam. Kesimpulan pada campuran ekstrak disertai enzim amilase meningkatkan jumlah sel seiring dengan meningkatnya konsentrasi, sedangkan campuran ekstrak tanpa enzim amilase bersifat sitotoksik terhadap galur sel 3T3.
B etel nut is a habit of chewing a mixture of betel nut, areca nut, and lime. With variations in how to use the habit of chewing, of course the risks that occur are also different. In eastern Indonesia, the prevalence of oral cancer is higher than in western Indonesia. It is known that in western Indonesia, betel leaf is used as an ingredient for betel nut, while in eastern Indonesia, betel inflorescence is used. The results showed that the extract mixture without the amylase enzyme was the most cytotoxic at a concentration of 60ug/ml during the 24 hour incubation period, and 120ug/ml at the 48 hour incubation period. In conclusion, the mixture of extracts with amylase enzyme increased the number of cells with increasing concentration, while the mixture of extracts without the amylase enzyme was cytotoxic to 3T3 cell lines.