DETAIL KOLEKSI

Perlindungan hukum terhadap PT. Bank Bukopin Tbk sebagai kreditur sparatis dalam hal harta pailit tidak cukup membayar utang (Studi putusan no.111/Pdt-Sus/Pkpu/2016/Pn.Niaga.Jkt.Pst)

5.0


Oleh : Rahmat Ari Septiawan

Info Katalog

Subyek : Protection - Law and legislation;Banking law

Penerbit : FH - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2020

Pembimbing 1 : Arif Wicaksana

Kata Kunci : legal protection, separatist creditors, bankruptcy

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2018_TA_MHK_110011710033_Halaman-Judul.pdf
2. 2018_TA_MHK_110011710033_Lembar-Pengesahan.pdf
3. 2018_TA_MHK_110011710033_Bab-1_Pendahuluan.pdf 13
4. 2018_TA_MHK_110011710033_Bab-2_Tinjauan-Pustaka.pdf
5. 2018_TA_MHK_110011710033_Bab-3_Metode-Penelitian.pdf
6. 2018_TA_MHK_110011710033_Bab-4_Pembahasan.pdf
7. 2018_TA_MHK_110011710033_Bab-5_Penutup.pdf
8. 2018_TA_MHK_110011710033_Daftar-Pustaka.pdf

P PT. Citra Maharlika Nusantara Corpora Tbk (PT.CMNC) sebelumnya PT. Cipaganti Citra Graha Tbk dipailitkan melalui putusan No. 111/Pdt-Sus/PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan ini mengakibatkan PT. Bank Bukopin Tbk merugi karena belum mendapatkan haknya sebagai kreditur sparatis sebagai pemegang hak kebendaan (fidusia). Tulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus. Kasus yang digunakan berdasarkan putusan pailit 111/Pdt-Sus/PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST. Penulis ingin mengkaji perlindungan hukum PT. Bank Bukopin Tbk berdasarkan putusan 111/Pdt-Sus/PKPU/2016/PN.NIAGA.JKT.PST. Bagaimana kedudukan Bank sebagai kreditur sparatis pemegangjaminan fidusia dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap Bank sebagai kreditur separatis akibat debitur dinyatakan pailit.. Yang menjadi persoalan besar kemudian adalah apabila dalam kepailitan tersebut ternyata harta debitor tidak mencukupi untuk menutupi seluruh tagihan utang dari pihak kreditor tentunya hal tersebut akan merugikan pihak kreditor itu sendiri. Persoalan selanjutnya adalah dari segi batasan waktu membereskan utang-utang debitor dalam poses kepailitan karena dalam undang-undang kepailitan dan PKPU tidak mengatur mengenai maksimal lamanya proses kepailitan yang diatur hanya maksimal waktu proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yakni maksimal 270 hari, sehinggamenurut penulis undang-undang kepailitan mestinya juga mengatur mengenai lamanya proses kepailitan guna mewujudkan kepastian waktu terhadap proses kepailitan karna jika proses kepailitan tidak dibatasi lamanya pastinya akan merugikan kreditor karena kreditur sparartis hanya diberikan waktu untuk menjual sendiri 2 (dua) bulan sejak dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal Pasal 59 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?