Analisis yuridis pemberian ganti kerugian dalam pengadaan tanah berdasarkan undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangungan untuk kepentingan umum (studi kasus pembangunan bendungan di kabupaten Kuningan, Jawa Barat)
G Ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang terjadi pada pembangunan bendungan di kabupaten kuningan jawa barat masih menimbulkan sengketa dalam pemberian ganti kerugian bagi sebagaian warga yang belum mendapatkan ganti kerugian, hal ini menunjukkan bahwa belum terlaksananya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 sehingga terjadi sengketa dalam pengadaan tanah tersebut. Pokok permasalahannya adalah 1) Bagaimana penyelesaian ganti kerugian atas kepemilikan tanah untuk kepentingan pembangunan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum?. 2) Apa kendala hukum yang dihadapi dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan bendungan di Kabupaten Kuningan? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder dan data primer sebagai data pendukung kemudian data dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan logika deduktif sebagai penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pemberian besarnya nilai ganti rugi sebesar Rp. 80.000/meter tersebut tidak terjadi musyawarah tetapi langsung penetapan nilai besarnya ganti rugi atas dasar penilaian tim Apraisal oleh BPN Kabupaten Kuningan, oleh karena itu maka pemberian ganti rugi tidak sesuai dengan Pasal 27 Ayat (2) Huruf C yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengadaan tanah meliputi musyawarah penetapan ganti kerugian dan dalam Pasal 34 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangungan Untuk Kepentingan Umum yang menyatakan nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian penilai menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian. Kendala hukum yang dihadapi dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan bendungan di Kabupaten Kuningan adalah belum terjadinya kesepakatan antara warga pemilik tanah yang belum mendapatkan ganti rugi dengan pemerintah atau ketidaksesuaian harga ganti rugi yang dirasakan oleh masyarakat yang terkena pembebasan tanah dan kurang optimalnya kinerja panitia pengadaan tanah khususnya dalam proses penyuluhan di lapangan terhadap warga yang belum mendapatkan ganti kerugian. Kesimpulannya adalah ganti rugi yang diberikan oleh P2T tidak memberikan harga yang wajar kepada para pemilik tanah sehingga terjadi sengketa antara P2T dengan warga terkait ganti kerugian tersebut.