Dampak ganjil genap terhadap perekonomian (studi kasus jalan Hayam Wuruk)
S Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk,terutama di DKI Jakarta yang berperan sebagai pusat perekonomian danadministrasi negara, juga berkembangnya daerah pendukung di sekitar DKI Jakartaseperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, Badan Pusat Statistika merilis datadari Ditlantas Polda Metro Jaya, bahwa jumlah mobil penumpang di DKI Jakartapada tahun 2017 mencapai angka 3.525.925 unit kendaraan dengan tingkatpertumbuhan 6.48 % per tahun. Jumlah angkutan barang pada tahun yang samamencapai angka 689.561 unit kendaraan dengan tingkat pertumbuhan 5.25 % pertahun. Berbagai langkah pun diambil untuk mengurangi kemacetan di DKI Jakarta,salah satunya adalah ganjil genap. Sejak 9 September 2019, Ganjil Genap resmidiperluas dan Jalan Hayam Wuruk adalah salah satu jalan terdampak. Padapelaksanaannya, tentu akan berdampak terhadap mobilitas, yang tentunyaberdampak juga pada sektor perekonomian. Perluasan ganjil genap di Jalan HayamWuruk terbukti menurunkan volume kendaraan pada jam sibuk, sehingga kecepatankendaraan dapat meningkat. Namun karena Jalan Hayam Wuruk didominasi olehrestoran dan pertokoan yang dimana kegiatan terus berjalan dari siang hingga malam hari, maka volume kendaraan kembali meningkat pada siang hari dankemacetan terjadi pada siang hari. Dampak dari ganjil genap terhadap perkonomian yang paling terasa adalah pendapatan dari penyedia jasa parkir yang terusmengalami penurunan selama 3 bulan penerapan. Alangkah baiknya jika DinasPerhubungan DKI Jakarta mempercepat penerapan ERP agar kendaraan tetap dapatmelintas tanpa dibatasi oleh nomor pelat kendaraan. Namun ketika volumekendaraan meningkat, masyarakat tetap dapat melintas dengan membayar tarif yangtelah di tetapkan oleh Pemerintah Daerah dan dapat meningkatkan pendapatandaerah.
A Along with economic and population growth, especially in DKI Jakartawhich acts as the center of economic and Indonesia’s capital city as well as thedevelopment of supporting areas around DKI Jakarta such as Bogor, Depok,Tangerang, and Bekasi, Badan Pusat Statistika released data from Ditlantas PoldaMetro Jaya, that the number of passenger cars in 2017 reached 3,525,925 vehicleswith a growth rate of 6.48% per year. The number of commercial vehicle in thesame year reached 689,561 vehicles with a growth rate of 5.25% per year. Varioussteps have been taken to reduce congestion in DKI Jakarta, one of which is evenodd. Since 9 September 2019, Odd Even Policy is officially expanded and HayamWuruk Street is one of the affected roads. In its implementation, it will certainlyhave an impact on mobility, which of course also affects the economic sector. Evenodd expansion on Hayam Wuruk Street is proven to reduce the volume of vehiclesduring peak hours, so that vehicle speed can increase. However, because HayamWuruk Street is dominated by restaurants and shops where activities continue torun from day to night, the volume of vehicles increasing during the day andcongestion occurs during the day. The impact of the odd even policy on the economythat is most felt is the income from parking service providers which has continued to decreasing for 3 months of application. Suggestions such as implementing ERPon Hayam Wuruk Street as soon as possible to increase regional income withoutforbidding odd even plate number to go through Hayam Wuruk Street.