Hak asuh anak (hadhanah) atas ibu yang mengalami gangguan jiwa menurut ketentuan hukum islam yang berlaku di Indonesia (Studi Putusan PA Depok Nomor 1372/Pdt.G/2013/PA.Dpk)
P Pada prinsipnya perkawinan diharapkan dapat bertahan seumur hidup. Artinya perceraian baru terjadi apabila salah seorang dari suami atau istri meninggal dunia. Tetapi perceraian yang terjadi antara suami dan istri harus melindungi kepentingan anak, namun pada kenyataanya tidak selalu perceraian mengedepankan kepentingan anak. Dalam kasus ini pemohon meminta hak asuh anak (hadhanah) kepada termohon selaku istrinya yang mengalami gangguan kejiwaan. Berdasarkan hal tersebut maka penulisan karya ilmu hukum ini dimaksudkan pada penelitian studi kasus putusan Pengadilan Agama Depok Nomor: 1372/Pdt.G/2013/PA.Dpk. Dengan pokok permasalahan dalam skripsi ini yakni, Apakah seorang ibu yang mengalami gangguan jiwa berhak menjadi pemegang hadhanah menurut Hukum Islam yang berlaku di Indonesia? Serta Apakah pertimbangan hukum yang digunakan Majelis Hakim dalam putusan perkara Nomor 1372/Pdt.G/2013/PA.Dpk tentang hak asuh anak (hadhanah) telah sesuai menurut hukum Islam yang berlaku di Indonesia? Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, sifat penelitian deskriptif analis, dengan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan, data dianalisa secara kualitatif dan penarik kesimpulan dengan deduktif. Kesimpulan, bahwa seorang ibu yang mengalami gangguan jiwa tidak berhak menjadi pemegang hak asuh anak (hadhanah). Putusan Hakim Pengadilan Agama Depok Nomor 1372/Pdt.G/2013/PA.Dpk tidak bisa dikatakan sudah sesuai atau tidak sesuai, karena tidak ada aturan yang mengatur secara tegas mengenai hak asuh anak (hadhanah) dapat jatuh ketangan ayah dikarenakan seorang ibu mengalami gangguan jiwa.