Kepastian hukum dalam putusan no.181/PDT.G/2019/PN.SMG terhadap prinsip independensi pada letter of credit yang diterbitkan oleh PT Bank DBS Indonesia
T Transaksi dengan menggunakan dokumen Letter of Credit (LC) lazim dipergunakan dalam jual beli antara perusahaan baik dalam negeri maupun luar negeri. LC sebagai kontrak haruslah independen terhadap kontrak lainnya, karena LC memiliki “harga istimewa†dalam transaksi ekspor impor, akan tetapi adakalanya dalam praktek, penggunaan LC dapat bermasalah, seperti contoh kasus yang terjadi pada PT Bank DBS Indonesia, dimana LC yang diterbitkan oleh PT Bank DBS Indonesia digugat pembatalannya oleh CV Saprotan Utama sebagai (applicant) yang diakibatkan barang yang diterima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dalam LC. Apakah pembatalan Letter of Credit yang diajukan oleh CV Saprotan Utama sudah memenuhi ketentuan UCP 600 dan Apakah Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.181/PDT.G/ 2019/PN.SMG mengenai Letter of Credit yang diterbitkan oleh PT Bank DBS Indonesia telah memenuhi unsur kepastian hukum, merupakan pokok permasalahan yang dibahas. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian normatif, yang bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif, dan penarikan kesimpuan secara deduktif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pembatalan LC yang diajukan oleh CV Saprotan Utama tidak memenuhi ketentuan UCP 600 karena sengketa antara CV Saprotan Utama dengan MK Cemical Trading Co.,Ltd., termasuk wanprestasi yang diatur oleh Pasal 1243 KUHPerdata; dan Putusan Pengadilan Negeri Semarang No.181/PDT.G/ 2019/PN.SMG mengenai LC yang diterbitkan oleh PT Bank DBS Indonesia tidak memenuhi unsur kepastian hukum karena faktanya kontrak tersebut adalah kontrak LC yang bersifat independen sebagaimana diatur dalam artikel 4 UCP 600 yang memuat prinsip independensi.