Analisis yuridis terhadap pembagian warisan Almarhum RTDH Pakpahan kepada ahli warisnya menurut Hukum Adat Batak (studi kasus Putusan No 564/PDT/2015/PN-Mdn)
H Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia saat ini tidak berbentuk unifikasi hukum. hal ini disebabkan karena adanya pluralistik sistem hukum waris di Indonesia, salah satunya adalah sistem hukum waris berdasarkan sistem kekerabatan adat. Masyarakat Batak merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat hukum adat yang masih menjunjung tinggi hukum adat, termasuk dalam pewarisan. Pada masyarakat Batak Toba laki-laki mempunyai kedudukan paling penting dalam meneruskan silsilah dan keturunan keluarga sehingga warisan hanya diberikan kepada laki-laki saja, sedangkan perempuan tidak memiliki hak waris. Pokok permasalahannya adalah 1) Bagaimana kedudukan anak perempuan terhadap warisan RTDH Pakpahan menurut Hukum Waris Adat Batak? 2) Bagaimana kesesuaian putusan Pengadilan Negeri Medan No. 564/PDT/2015/PN-Mdn tentang pembagian warisan RTDH Pakpahan dengan Hukum Waris Adat Batak? Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder dan primer sebagai pendukung yang diperoleh melalu studi kepustakaan dan wawancara, data di olah secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Kedudukan anak perempuan dalam pewarisan pada masyarakatmasyarakat suku Batak Toba menurut hukum adat tidak memiliki kedudukan sebagai ahli waris, akan tetapi anak perempuan dapat memperoleh sesuatu harta dari orang tuanya melalui hibah atau sebagai hadiah. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan tidak sesuai dengan Hukum Adat Batak, karena Hukum membagi seluruh harta warisan alm. RTDH Pakpahan kepada sembilan orang ahli warisnya dan tidak memperhatikan adanya "Tona" (wasiat) yang harus dilaksanakan.