DETAIL KOLEKSI

Pengaruh perubahan ruang terbuka hijau terhadap cuaca dan konsentrasi NO2 di DKI Jakarta berdasarkan Data Satelit Landsat TM

0.0


Oleh : Fitri Handayani

Info Katalog

Penerbit : FALTL - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2002

Pembimbing 1 : Wahjudi Wisaksono

Pembimbing 2 : Erna Sri Adiningsih

Subyek : Greenhouse effect - Jakarta

Kata Kunci : NO2, green open space, Landsat TM, air pollution

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2002_TA_STL_08296050_Halaman-Judul.pdf
2. 2002_TA_STL_08296050_Lembar-Pengesahan.pdf
3. 2002_TA_STL_08296050_Bab-1_Pendahuluan.pdf -1
4. 2002_TA_STL_08296050_Bab-2_Rona-Wilayah-Penelitian.pdf
5. 2002_TA_STL_08296050_Bab-3_Tinjauan-Pustaka.pdf
6. 2002_TA_STL_08296050_Bab-4_Metodologi-Penelitian.pdf
7. 2002_TA_STL_08296050_Bab-5_Hasil-Penelitian-dan-Pembahasan.pdf
8. 2002_TA_STL_08296050_Bab-6_Kesimpulan-dan-Saran.pdf
9. 2002_TA_STL_08296050_Daftar-Pustaka.pdf
10. 2002_TA_STL_08296050_Lampiran.pdf

J Jakarta, yang merupakan salah satu kota besar terpadat di dunia, mempunyai masalah pancemaran udara yang ditimbukan oleh Banspodasi dan industri sehingga dapat mempengaruhi Keadaan iklim. Oleh kanena itu pemantauan terhadap kualitas udara dan peningkatan kebutuhan RTH sangat diperlukan mengingat kota Jakarta berfungsi juga sebagai daerah pemukiman. Berkaitan dengan upaya pengendalian kualitas udara di wilayah DKI Jakarta, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijaksanaan, salah satunya mengenai penanganan lingkungan hidup termasuk pengendalian pencemaran udara dan pembangunan perkotaan diantaranya meliputi penataan RTH dan psmantapan luas RTH, tercakup di dalam instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. Berdasarkan hal tersebut dlatas, maka pemantauan kuaites uda:a (khususnye NO,) yang telah dilakukan secam nutin deh Bapsdalda DKl Jakarta dan pelaksanaan kegiatan penghijauan oleh Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota di DKI Jakarta dapat ditindaklanjuti dengan menganalisis pengaruh RTH terhadap keadaan iklim (data iklim dari BMG). Penelitian menggunakan data penginderaan jauh yaitu data satelit Landsat 7hf dari LAPAN sebagai data utama dengan daerah penelitian yaitu DKI Jakarta dengan kurun waktu 1994, 1996, 1098 dan 2000.Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTf-i adalah kawasan ata i areal permukaan tanah yang di dominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu dan atau sarana kota / Iingkune»n dan atau pengaman jaringan kota prasarana dan atau budidaya paAanian. RTH kota DKI Jakarta yang dimaMud terdiri atas kawasan hijau lindung dan kawasan hijau binaan, sedangkan penghijauan tidaklah lepas dari pemanfaatan RTH. {Perda OKI Jakarta /\/o. 6 f999 tentang RTRW DII). Tumbuhan adalah salah satu yang diharapkan dapat berfungsi mengurangi pencemaran udara, antara Iain dengan cara menyerap NO (Kusminingrum st al, J992/. Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah msnsgunakan tumbuhan sebagai bioindikator.Metode penelitian berdasarkan pada : 1.pengumpulan data (data sekunder suhu, kelembaban udara, curah hujan, konsentrasi NO2. dan data satelit Landsat TMy 2. pengolahan data (pe eolahan awal data satelit Lendaat TM, klasifikasi penutup lahan di DKI Jakarta dari citra satelit Lendsaf TM, pembuatan peta isolines suhu, kelembaban udara, curah hujan Oan konsentrasi NOe); 3. analisis data (menganalisis perubahan luasan RTH di DKI Jakarta, menganalisis pengaruh perubahan luasan RTH terhadap suhu, kelembaban udara, curah hujan dan menganalisis hubungan antara perubahan luasan RTH terhadap perubahan konsentrasi NO2 dengan kurun waktu 1994, 1996, 1998 dan 2000).Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka: 1. kondisi penutup lahan dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 dapat dikemukakan bahwa luas RTH (lahan vegetasi dan sawah) di DKI Jakarta cenderung menurun dari tahun ke tahun. Rata-rata penurunan luas RTH adalah 9,1% dari tahun 1994 sampai dengan 1996, 10,47% dari tahun 1996 sampai dengan 1998, 2,76% dari tahun 1998 sampai dengan 2000; 2. dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000, peningkatan suhu di DKI Jakarta semakin meluas ke wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Daerah dengan kisaran suhu 29C - 33°C bertambah dari 9,7 °/» pada tahun 1994, menjadi 14,6 % pada tahun 1996, menjadi 49,3 % pada tahun 1998 dan berkurang menjadi 32,75 % pada tahun 2000; 3. pada tahun 1994, kelembaban udara di OKI Jakarta berkisar antara 68°A - 73°/«, pada tahun 1996 berkisar antara 71% - 79°A, pada tahun 1998 berkisar antara 69°/» - 73%, dan tahun 2000 berk.sar antara 82%- 86% dengan daerah kelembaban tertinggi di Tanjung Priok dan terendah di Ciledug; 4. pada peta isolines curah hujan, jumlah curah hujan di DKI Jakarta untuk tanggal 4 Juli 1994 sekitar 8,2 mm dengan curah hujan tertinggi di daerah Halim dan terendah di Tanjung Priok, untuk tanggal 25 Juli 1096 sekitar 7 mm dengan curah hujan tertinggi di daerah Halim dan terendah di Tanjung Priok, untuk tanggal 4 Januari 1968 tidak terjadi hujan, dan untuk tanggal 4 Juni 2000 jumlah curah hujan sekitar 3 mm dengan curah hujan tertinggi di Tanjung Priok dan terendah di Halim; 5. pelaksanaan penghijauan di DKI Jakarta hingga tahun 2000 adalah sekitar 9,04% dari luas DKI Jakarta. Bila hasil klasifikasi penutupan lahan yang diperoleh dari citra Landsat TM pada tahun 2000 (7,47% dari luas DKI Jakarta) dibandingkan dengan pelaksanaan penghijauan di DKI Jakarta hingga tahun 2000 hasilnya tidak sesuai. khususnya untuk wilayah Jakarta Selalan dan Jakarta Timur yang diberi wama hijau (RTH) pada Gambar 5.35; 6. peta isolines yang dihasilkan untuk mamantau konsentrasi NOT pada tahun 1994, menunjukkan bahwa wilayah Bandengan merupakan wilayah yang mempunyai nilai konsentrasi yang tinggi, sedangkan untuk tahun 1996, dan 1998 menunjukkan bahwa wilayah Tebet Barat merupakan wilayah yang mempunyai nilai konsentrasi yang tinggi. Dari hasil pemantauan di seluruh lokasi, belum ada yang melebihi baku mutu udara PP No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara; 7. dari analisis tahun 1994, 1996, 1998 dan tahun 2000, tertihat bahwa pada peta suhu dari data satelit mengikuti bentuk pola dari lahan pemukiman, karena suhu semakin rendah di pemukiman yang kurang padat. Dengan demikian perluasan lahan pemukiman memang memberikan konstribusi yang besar terhadap perluasan kenaikan suhu; 8. pada tahun 2000, luas lahan vegetasi dan sawah (daerah RTH) mengalami penurunan masing-masing sebesar 2, 67 % dan 9,42 % dari tahun 1998. Hal ini sangat mempengaruhi kelembaban udara, misalnya di daerah-daerah yang awalnya peruntukannya sebagai lahan . -netasi yang rnerniIii‹i kelembaban lebih tinggi menjadi lahan pemukiman dan lahan industri dengan kelembaban yz . ielatif lebih re.Shah; 9. dari tahun 1954 sampai 2000, luas RTH di DKI Jakarta semakin menurun dan jumlah lahan pola dari pemukiman dan industri semakin meningkat, hal ini menyebabkan daerah resapan air menjadi berkurang dan ciapat mengakibatkan b noir; 10. dari tahun 1994 sampai 1998, daerah yang mempunyai konsentrasi N02 yang cukup tir.ggi terdapat di daerah yang kepadatan lalu lintasnya tinggi, pusat-pusat industri dan sedikitnya lahan RTH. Contoh dari beberapa tanamon peneduh jalan, angsana dan mahoni selama ini berfungsi baik sebagai tanaman peneduh jalan dan dapat mengurangi pencemaran udara khususnya NO2. Dibandingkan dengan angsana, tanaman mahopi mempunyai kemampuan bertahan lebih baik terhadap pencemaran udara khususnya NO2.

J Jakarta, which is one of the most densely populated big cities in the world, has an air pollution problem caused by Banspodasi and industry so that it can affect climate conditions. Therefore, monitoring of air quality and increasing the need for green open space is very necessary considering that the city of Jakarta also functions as a residential area. In connection with efforts to control air quality in the DKI Jakarta area, the government has set various policies, one of which is regarding environmental management including air pollution control and urban development including the arrangement of green open space and the establishment of an area of ​​green open space, covered in the instruction of the Minister of Home Affairs No. 14 of 1988. Based on the foregoing, the monitoring of the following qualifications: a (especially NO,) which has been carried out in a nutin manner by Bapsdalda DKl Jakarta and the implementation of reforestation activities by the Department of City Parks and Beauty in DKI Jakarta can be followed up by analyzing the effect of green open space on the situation. climate (climate data from BMG). The study used remote sensing data, namely Landsat 7hf satellite data from LAPAN as the main data with the research area of ​​DKI Jakarta with a period of 1994, 1996, 1098 and 2000.Green Open Space, hereinafter referred to as RTf-i, is an area or area of ​​land surface that is dominated by plants fostered for the protection of certain habitats and / or urban / urban facilities and / or city infrastructure and / or agricultural cultivation. The green open space for the city of DKI Jakarta which is intended consists of protected green areas and built green areas, while reforestation cannot be separated from the use of green open space. {OIC Jakarta Regulation / \ / o. 6 f999 on RTRW DII). Plants are one that is expected to function to reduce air pollution, among other things by absorbing NO (Kusminingrum st al, J992 /. One way to monitor air pollution is to use plants as bioindicators.The research method is based on: 1. data collection (secondary data on temperature, humidity, rainfall, NO2 concentration. And Landsat TMy satellite data 2. data processing (preliminary processing of Lendaat TM satellite data, classification of land cover in DKI Jakarta from satellite images) Lendsaf TM, making maps of temperature isolines, air humidity, rainfall and NOe concentration); 3. data analysis (analyzing changes in the area of ​​green open space in DKI Jakarta, analyzing the effect of changes in green open space area on temperature, humidity, rainfall and analyzing the relationship between changes in area Green open space for changes in NO2 concentrations over the period 1994, 1996, 1998 and 2000).Based on the results of the research that has been carried out: 1. The condition of land cover from 1994 to 2000 can be argued that the area of ​​green open space (vegetation and rice fields) in DKI Jakarta tends to decrease from year to year. The average reduction in the area of ​​green open space was 9.1% from 1994 to 1996, 10.47% from 1996 to 1998, 2.76% from 1998 to 2000; 2. From 1994 to 2000, the temperature increase in DKI Jakarta expanded to the areas of Bogor, Tangerang and Bekasi. The area with a temperature range of 29C - 33 ° C increased from 9.7 ° / »in 1994, to 14.6% in 1996, to 49.3% in 1998 and reduced to 32.75% in 2000; 3. in 1994, the humidity in OKI Jakarta was between 68 ° A - 73 ° / «, in 1996 it was 71% - 79 ° A, in 1998 it was 69 ° /» - 73%, and in 2000 ranging between 82% - 86% with the highest humidity area in Tanjung Priok and the lowest in Ciledug; 4. on the rainfall isolines map, the amount of rainfall in DKI Jakarta for July 4, 1994 was around 8.2 mm with the highest rainfall in the Halim area and the lowest in Tanjung Priok, for July 25 1096 around 7 mm with the highest rainfall in Halim area and the lowest was in Tanjung Priok, for January 4, 1968 there was no rain, and for June 4, 2000 the amount of rainfall was about 3 mm with the highest rainfall in Tanjung Priok and the lowest at Halim; 5. The implementation of reforestation in DKI Jakarta until 2000 was about 9.04% of the area of ​​DKI Jakarta. If the results of land cover classification obtained from Landsat TM images in 2000 (7.47% of the area of ​​DKI Jakarta) are compared with the implementation of reforestation in DKI Jakarta until 2000 the results are not suitable. especially for the Jakarta Selalan and East Jakarta areas that are given a green color (RTH) in Figure 5.35; 6. The map of isolines produced to monitor NOT concentrations in 1994, shows that the Bandengan area is an area that has a high concentration value, while for 1996 and 1998 it shows that the Tebet Barat area is an area that has a high concentration value. From the results of monitoring in all locations, no one has exceeded the air quality standard of PP. 41 of 1999 concerning penge

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?