Analisis terhadap pendaftaran merek pure baby berdasarkan putusan pengadilan
S Sepanjang 2019, Kementerian Hukum dan HAM mencatat pelanggaran merek sebagai hal yang paling banyak diadukan. Salah satu kasus yang menarik perhatian penulis adalah kasus sengketa merek antara PT. Antarmitra Sembada (pemilik merek Pure kids) dengan PT. Bogamulia Nagadi (pemilik merek pure baby). Adapun kedua merek tersebut telah terdaftar dan diterbitkan sertifikatnya oleh Dirjen Kekayaan Intelektual. Permasalahan yang Penulis bahas apakah terdapat persamaan pada pokoknya dan unsur iktikad tidak baik serta analisis terhadap putusan kasasi pada sengketa merek pure baby dengan Pure kids. Tipe penelitian normatif, sifat penelitian deskriptif, jenis data menggunakan data primer dan sekunder, cara pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara, analisis data secara kualitatif, serta pengambilan kesimpulan dilakukan dengan logika deduktif. Adanya persamaan pada pokoknya antara merek pure baby dengan Pure kids diketahui dari adanya unsur dominan yang terletak di awal kata pada kedua merek tersebut, yaitu kata “pure†yang kemudian dibuktikan melalui penilaian bahwa adanya kesamaan secara visual dan konseptual. Oleh karena telah dibuktikan terdapat persamaan pada pokoknya yang dapat menimbulkan kebingungan serta menyesatkan konsumen maka dapat dikatakan terdapat unsur iktikad tidak baik. Pendaftaran merek pure baby seharusnya ditolak sejak awal oleh Dirjen Kekayaan Intelektual. Putusan Hakim Mahkamah Agung pada sengketa merek pure baby dengan Pure kids merupakan putusan yang keliru. Bahwa di sini majelis Hakim Agung tidak memperhatikan adanya asas Lex Posterior Derogat Legi Priori di mana asas tersebut telah diterapkan pada Pasal 107 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.