Tinjauan terhadap kepailitan yang dijatuhkan kepada ahli waris penjamin PT. Henrinson Iriana berdasarkan Undang-Undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang
P Pasal 2 ayat (1) UUK kepailitan menjelaskan mengenai syarat pailit, yaitu debitor yang memiliki dua utang, dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Debitor meliputi penjamin dengan ketentuan tertentu. Utang tersebut dapat diperjual belikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 613 KUHperdata. Kasus yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga Makasar dan dikuatkan pleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi yaitu ahli waris penjamin dari PT. Henrinson Iriana dipailitkan. Maka permasalahannya adalah apakah Ahli Waris dari Penjamin Bisa di Pailitkan Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan apakah ketentuan Pasal 613 Kitab Undang- undang Hukum Perdata dalam akta cessie mengenai penjualan piutang antara Greenfich Premier Fund dengan Bank Pembangunan Indonesia harus terpenuhi dan tidak dapat dikesampingkan. Untuk menjawab pertanyaan permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara yuridis-normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Ahli waris penjamin dapat menjadi penjamin dengan ketentuan Pasal 1826 KUHperdata, tapi ketentuan Pasal 1824 perjanjian penanggungan harus dengan tegas perlu diperhatikan, dalam perkara ini ahli waris menyatakan telah menerima warisan, tetapi ada sanggahan dari ahli waris yang menyatakan bahwa ahli waris penjamin bukan Debitor. Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK maka tidak dapat dinyatakan pailit, dan cessie tanpa adanya pemberitahuan kepada para pihak maka piutang tidak akan beralih. Karena Pasal 613 KUHperdata tidak dapat dikesampingkan.