Perancangan Museum Batik Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah dengan pendekatan analogi motif batik klasik
D Dalam rangka mendukung kemajuan museum, Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman telah melakukan kajian, menyusun masterplan, dan membuat DED atas Museum Batik Indonesia di Taman Mini Indonesia Indah. Hal ini juga dilatarbelakangi atas pengakuan UNESCO mengenai Batik Indonesia sebagai salah satu kain adat Indonesa warisan budaya tak benda. Dengan penetapan kebijakkan tersebut, Museum Batik Indonesia dapat menjadi lembaga yang melindung, mengembangkan, memanfaatkan dan mengomunikasikan koleksi batik. Adapun rumusan permasalahan Museum seperti: Iklim tropis tidak sesuai dengan perlindungan koleksi yang memiliki kriteria suhu, kelembapan, pencahayaan tersendiri; Lokasi yang bersifat publik memiliki peluang untuk melakukan pencurian; Museum tidak dapat menampung perkembangan koleksi baik secara budaya ataupun secara jumlah; Museum tidak memanfaatkan koleksi secara dinamis (minim pembaharuan koleksi); Museum tidak mengomunikasikan konten koleksi terhadap konsep fasad dan konsep massa. Pendekatan perancangan yaitu analogi dari motif batik klasik. Motif batik klasik dipilih karena memiliki filosofis yang menjadi benang merah atas perkembangan motif batik masa kini. Sedangkan, pendekatan analogi dipilih untuk mengekspos filosofis batik klasik yang terdapat pada bentuk motif batik klasik tanpa ada intervensi imajinasi perancang.
I In order to support the development of Museum in Indonesia, Directorate of Cultural Heritage Preservation and Museum of Indonesia has conducted research study, masterplan, DED of Indonesia’s Batik Museum in Taman Mini Indonesia Indah. This action is supported by the recognition of UNESCO on Batik Indonesia as one of the custom fabric of Indonesia's non-object cultural heritage. By the establishment of this policy, Indonesia’s Batik Museum is described as an institution that protects, develops, utilizes and communicates the collection of batik. Problematic formula of Museum can be described as: Tropical climate does not support the criteria of temperature, humidity, lighting of Museum’s collection; Public location allows an opportunity to commit theft of collections; Museum is not able to accommodate the development of batik culture and batik as a good; Museum is not utilized collection dynamically (has minimum updating collections); Museum is not able to communicate the content collection through the concept of facade and building massing. The design is approached by using analogy of classical batik’s pattern. Classical batik’s pattern is chosen because its philosophy is the basic of development of modern batik’s pattern. Meanwhile, the analogy approachment is chosen to expose the classical batik’s pattern’s philosophy in its form without any intervention of the designer's imagination.