Perancangan adibusana tenun sabu melalui implementasi zero waste fashion design
K Kain tenun Sabu merupakan identitas tersirat dari klan yang terdapat di Sabu. Hal ini tidak diperbincangkan secara terbuka namun dapat tergambarkan jelas dari motif-motif yang terdapat pada kain tenun asal Sabu, masing-masing klan mempunyai cirinya sendiri. Dengan menggunakan kain tenun dengan motif tertentu dapat terlihat jelas asal klan dari orang Sabu tersebut. Namun adanya pengaruh globalisasi dan krisis identitas budaya menyebabkan memudarnya memori budaya dalam kain tenun sabu bagi para generasi muda, makna yang terkandung dalam kain tenun Sabu tidak lagi dimaknai sebagaimana mestinya, diperlukan adanya regenerasi tradisi tenun Sabu. Tenun Sabu berbahan dasar benang kapas, membuat hasil tenunan yang tebal dan kaku. Pengolahan bahan dasar kain tenun dapat menambahkan nilai estetik dan fungsi dari kain tenun, dalam hal ini Tencel menjadi salah satu pilihan material dasar eksperimen pembuatan tenun Sabu. Industri fashion pada saat ini masih belum maksimal dalam memanfaatkan kain sebagai bahan dasar utama sebuah busana, tergambarkan posisi industry fashion sebagai penyumbang limbah terbesar di dunia nomor 2 setelah minyak, oleh karena itu pemanfaatan kain tenun Sabu dalam pembuatan busana, memerlukan adanya inovasi baru dalam prosesnya, pemaksimalan penggunaan kain dalam proses pembuatan busana, mencegah adanya sisa kain yang menjadi limbah. Kearifan lokal yang terkandung pada kain tenun Sabu perlu dijaga dan dilestarikan supaya dapat terus menjadi warisan budaya Sabu yang tidak punah begitu saja terbawa oleh pengaruh globalisasi. Selain kearifan lokal yang terkandung, pemanfaatan kain tenun juga penting untuk diperhatikan, hal terbebut mendukung agenda dari Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia pada pilar pembangunan lingkungan dengan konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Deskriptif kualitatif menjadi metode yang digunakan dalam mengulas tentang makna social atau identitas yang terkandung dalam kain tenun Sabu. Dan dengan literature review mengulas tentang adibusana dan keindahan motif kain tenun Sabu menjadi dasar inspirasi perancangan eklektik dalam eksplorasi perancangan adibusana dengan implementasi teknik zero waste pada proses produksi. Penjabaran mengenai makna sosial atau identitas yang terkandung pada Tenun Sabu melestarikan kearifan lokal Pulau Sabu. Akulturasi material serat Tencel pada tenun Sabu menambahkan nilai estetik dan fungsional kain dengan tetap mempertahankan nilai kebudayaan yang terkandung di dalamnya. Konsep representasi eklektik menjadi dasar konsep pada penciptaan desain pada karya adibusana, pemaparan langkah- langkah pada proses produksi adibusana dan pemaparan bentuk hasil produksi juga tercantum dalam penulisan. Pengaplikasian teknik pola zero waste fashion design menghilangkan limbah kain pada proses pembuatan busana. Diharapkan teknik tersebut dapat diaplikasikan dalam pembuatan produksi busana lainnya dan pelestarian seni tenun Sabu yang terkandung dalam koleksi adibusana dapat berkesan bagi para penikmat seni sehingga kearifan lokal Sabu dapat semakin dikenal oleh masyarakat lokal dan juga global.
T The Savu woven cloth is the implied identity of the clan in Savu. This is not discussed openly but can be clearly illustrated from the motifs found on the woven cloth from Savu, each clan has its own characteristics. By using woven cloth with certain motifs, it is clear that the origin of the clan of the Savu people can be seen. However, the influence of globalization and the crisis of cultural identity has caused the cultural memory in the woven Savu to fade for the younger generation, the meaning contained in the woven Savu is no longer interpreted as it should be. Sabu weaving is made from cotton yarn, making thick and stiff weaves. Processing of the basic ingredients of woven fabrics can add to the aesthetic value and function of woven fabrics, in this case Tencel is one of the experimental base material choices for making Savu weaving. The fashion industry is currently still not optimal in utilizing fabric as the main basic material for clothing, illustrated by the position of the fashion industry as the second largest contributor of waste in the world after oil, therefore the use of Savu woven fabrics in the production of clothing requires new innovations in the process, maximizing the use of fabric in the process of making clothes, preventing any remaining cloth from becoming waste. The local wisdom contained in the Savu woven fabric needs to be maintained and preserved so that it can continue to become a Savu cultural heritage that does not just disappear under the influence of globalization. In addition to contained local wisdom, the use of woven fabrics is also important to note, this supports the agenda of Indonesia\\\'s Sustainable Development Goals (SDGs) on the pillars of environmental development with responsible consumption and production. Qualitative descriptive is the method used in reviewing the social meaning or identity contained in Savu woven fabrics. And with a literature review reviewing haute couture and the beauty of Savu\\\'s woven fabric motifs, it becomes the basis for eclectic design inspiration in the exploration and experimentation of haute couture collections by implementing zero waste techniques in the production process. The description of the social meaning or identity contained in Savu Weaving preserves the local wisdom of Sabu Island. The acculturation of Tencel fiber material in Sabu weaving adds aesthetic and functional value to the fabric while maintaining the cultural value contained therein. The concept of eclectic representation forms the basis of the concept for the creation of designs in haute couture works, the description of the steps in the haute couture production process and the description of the forms of production are also included in the writing. The application of zero waste fashion design production techniques eliminates fabric waste in the clothing production process. It is hoped that this technique can be applied in the fashion sector of other clothing productions and the preservation of the art of Savu weaving contained in the haute couture collection can impress art connoisseurs so that Savu\\\'s local wisdom can be increasingly recognized by local and global communities.