DETAIL KOLEKSI

Analisa perbandingan evaluasi keekonomian skema cost recovery dan gross split pada rencana pengembangan Lapangan Pematang, Central Sumatera Indonesia


Oleh : Gunawan Nurcahyo Wibowo

Info Katalog

Subyek : Depreciation allowances

Penerbit : FTKE - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2022

Pembimbing 1 : Dwi Atty Mardiana

Pembimbing 2 : Syamsul Irham

Kata Kunci : petroleum economic, petroleum fiscal regime, PSC cost recovery, PSC gross split, sensitivity, pemata

Status Posting : Published

Status : Tidak Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2021_TS_MTP_-171011900012_HalamanJudul.pdf 22
2. 2021_TS_MTP_171011900012_Lembar-Pengesahan.pdf 4
3. 2021_TS_MTP_171011900012_Bab-1_Pendahuluan.pdf 6
4. 2021_TS_MTP_171011900012_Bab-2_Kajian-Pustaka.pdf 28
5. 2021_TS_MTP_171011900012_Bab-3_Metodologi-Penelitian.pdf 16
6. 2021_TS_MTP_171011900012_Bab-4_Hasil-Analisis-Penelitian.pdf 22
7. 2021_TS_MTP_171011900012_Bab-5_Kesimpulan-dan-Saran.pdf 3

E Evaluasi keekonomian memiliki peranan penting dalam suatu pengembanganlapangan migas dimana hasilnya digunakan sebagai landasan investor dalammenentukan suatu keputusan investasi. Dalam evaluasi keekonomian, keatraktivanPetroleum Fiscal Regime yang berlaku di suatu negara perlu dipertimbangkan.Petroleum Fiscal dibuat untuk mengatur sistem kerjasama yang efisien danterstruktur antara investor dan pemerintah dalam mengakses sumber daya migasdalam kegiatan eksplorasi, pengembangan dan produksi.Di Indonesia, pada tahun 2017 diterbitkan sistem fiskal baru yaitu PSC Gross Split.Sistem ini didasarkan pada pembagian split gross produksi menggantikan sistemterdahulunya PSC Cost Recovery yang didasarkan pada pengembalian biayaoperasi melalui skema cost recovery. Dalam implementasinya, Sistem PSC initerdapat perbaikan dimana tahun 2020 diterbitkan perubahan ketiga pada PeraturanMenteri ESDM No. 12/2020 mengenai PSC Gross Split yang memberikanfleksibilitas kontraktor migas dalam memilih sistem yang sesuai baik PSC CostRecovery ataupun PSC Gross Split. Sebagai respon kebiajakan tersebut, banyakkontraktor yang kemudian “revisit” untuk melihat peluang fleksibilitas yangdiberikan.Penelitian ini membahas mengenai evaluasi keekonomian dengan membandingkanskema PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split. Evaluasi mengambil contoh studikasus rencana pengembangan Lapangan Pematang yang berlokasi di Onshore Central Sumatra, Indonesia. Rencana pengembangan lapangan (POD) tersebutsudah disetujui dengan menggunakan skema PSC Cost Recovery dengan berfokuspada produksi minyak dan gas, namun hingga saat ini belum terdapat realisasikegiatan. Analisa dan evaluasi keekonomian dilakukan untuk melihat kemungkinanskema fiscal term yang menarik dan sesuai untuk diterapkan.Dari sisi kontraktor, hasil keekonomian menunjukan skema PSC Gross Splitmemberikan hasil keekonomian yang lebih baik dibandingkan skema PSC CostRecovery. Hal ini terlihat dari nilai NPV10 dan IRR, dan juga perbandinganContractor Take to Gross Revenue (CTGR). Nilai NPV10 mengalami peningkatanUS$ 67.7 juta (Setara 114%) dan IRR mengalami peningkatan sebesar 12%.Sedangkan pada CTGR terdapat peningkatan sebesar 28%. Nilai tersebutmenggunakan asumsi variabel split 17% yang dinilai sesuai pada LapanganPematang. Berbeda dari sisi pemerintah, pendapatan pemerintah menjadi menurundengan penerapan skema PSC Gross Split. Parameter yang paling sensitif yaituparemater biaya kapital (Capex). Pada skenario tambahan, secara umum didapatkan kesimpulan bahwa PSC Gross Split akan menarik bergantung pada negosiasi splityang akan diberikan pemerintah: persentase variabel split, diskresi ataupun insentifdan kemudahan kebijakan fiscal lainnya. Selain itu analisa tren cashflow padaskenario tersebut, mengindikasikan bahwa PSC Gross Split memiliki hasilkeekonomian yang lebih sensitif dibandingkan PSC Cost Recovery terutama padamasa investasi sehingga dapat dikatakan PSC Gross Split akan lebih menarik padatahapan menjaga produksi atau pada saat profit Disamping aspek keekonomian, dalam melihat sistem yang sesuai juga diperlukanpertimbangan lain berupa faktor non teknis yang merupakan “filosofi kontraktor”yang akan diterapkan dalam pengelolaan lapangan pada saat pelaksanaanya

E Economic evaluation has an important role in an oil and gas field developmentwhere the results are used as a basis for investors in determining an investmentdecision. In the economic evaluation, the attractiveness of the Petroleum FiscalRegime prevailing in a country needs to be considered. Petroleum Fiscal wascreated to regulate an efficient and structured cooperation system between investorsand the government in accessing oil and gas resources in exploration, developmentand production activities.In Indonesia, in 2017 a new fiscal system was launched, the Gross Split PSC. Thesystem is based on split distribution of gross production, replacing the previous PSCCost Recovery system which was based on recovering operating costs through acost recovery scheme. In its implementation, the PSC System has been improvedwhere in 2020 the third amendment was issued to the Minister of Energy andMineral Resources Regulation No. 12/2020 regarding the Gross Split PSC whichgives oil and gas contractors flexibility in choosing the appropriate system, eitherPSC Cost Recovery or PSC Gross Split. As a response to this policy, manycontractors then “revisited” to see the flexibility opportunities provided.This study discusses the economic evaluation by comparing the PSC Cost Recoveryand PSC Gross Split schemes. The evaluation took as an example a case study ofthe Pematang Field development plan located in Onshore Central Sumatra,Indonesia. The field development plan (POD) has been approved using the PSC. Cost Recovery scheme with a focus on oil and gas production, but so far there hasbeen no realization of the activity. Economic analysis and evaluation are carried outto see the possibility of an attractive and suitable fiscal term scheme to be applied.From the contractor's perspective, the economic results show that the Gross SplitPSC scheme provides better economic results than the Cost Recovery PSC scheme.This can be seen from the NPV10 and IRR values, as well as the comparison ofContractor Take to Gross Revenue (CTGR). The NPV10 value increased by US$67.7 million (Equivalent to 114%) and the IRR increased by 12%. While at CTGRthere was an increase of 28%. This value uses the assumption of a 17% split variablewhich is considered appropriate in Pematang Field. In contrast to the governmentside, government revenues have decreased with the application of the Gross SplitPSC scheme. The most sensitive parameter is the cost of capital (Capex) parameter.In the additional scenarios, it is generally concluded that the Gross Split PSC willbe attractive depending on the split negotiations that will be provided by thegovernment: the percentage of variable splits, discretion or incentives and otherfiscal policy conveniences. In addition, the analysis of cashflow trends in thisscenario indicates that the Gross Split PSC has more sensitive economic results thanthe Cost Recovery PSC, especially during the investment period, so it can be saidthat the Gross Split PSC will be more attractive at the stage of maintainingproduction or at the time of profit. Beside from the economic aspect, in looking at the appropriate system, otherconsiderations are also needed in non-technical factors which are the "contractorphilosophy" that will be applied in field management at the time of itsimplementation.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?