Arang gambut sebagai media pengadsorpsi dalam proses pengolahan warna dan zat organik air gambut
M Masalah yang dihadapi di daerah pasang surut seperti di Kalimantan adalah langkanya air bersih, sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat setempat menggunakan air gambut yang banyak terdapat di daerah tersebut. Kualitas air gambut baik sebagai air permukaan maupun sebagai air tanah pada umumnya berwarna merah kecoklatan, berasa asam dan kandungan zat organiknya tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pengolahan untuk menurunkan kandungan warna dan zat organik tersebut.Salah salu cara untuk menghilangkan warna dan zat organik dalam air adalah dengan adsorpsi menggunakan berbagai macam media seperti arang, arang aktif dan sebagainya.Tersedianya tanah gambut cukup dalam jumlah besar di daerah Kalimantan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku arang dan arang aktif karena kadar karbonnya cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu diteliti kondisi pembuatan arang dan arang aktif gambut dan selanjutnya ditentukan kualitasnya dengan menentukan rendemen, angka metilen biru dan iodiumnya serta daya serapnya terhadap wanna dan zat organik air gambut untuk menemukan jenis arang ataupun arang aktif gambut yang paling sesuai dalam menuninkan kandungan warna dan zat organik air gambut. Daya serap organik arang gambut tersebut kemudian dibandingkan dengan arang aktif batu bara dan tempurung kelapa. Air gambut yang digunakan berasal dari Sungai Kahayan di Kota Palangkaraya, Kalimantan Selatan, yang memiliki kandungan zat organik 250 mg/l dan warna 1064 TCU. Dari hasil penelitian ini, ditentukan bahwa arang gambut adalah yang paling sesuai untuk mengolah air gambut.Arang gambut tersebut kemudian dijadikan media dalam kolom uji filter yang dioperasikan sampai kondisi breakthrough dengan memvariasikan kecepatan filtrasi untuk menentukan kondisi optimum yaitu yang mengolah air lebih banyak dan membentuk kurva breakthrough. Hasil peneltiian menunjukkan bahwa kecepatan 0,68 m/jam adalah kondisi yang memberikan hasil paling optimum.Konsentrasi efluen mencapai standar baku mutu yang dibataskan yaitu 10 mg/l untuk parameter angka KMn04 dan 50 TCU untuk parameter warna, didapatkan pada saat filter arang gambut telah mengolahair gambut sebanyak 16,8 liter yaitu setelah 35 jam pengoperasian. Namun apabila efluen hasil olahan filter arang gambut tidak langsung didistribusikan, melainkan ditampung terlebih dahulu pada tangki penampungan. Maka konsentrasi dalam tangki akan mencapai standar baku mutu setelah beroperasi selama 49 jam dan mengolah air gambut sebanyak 23,52 liter.
T The problem faced in tidal areas such as in Kalimantan is the scarcity of clean water, so that to meet daily needs local people use peat water which is abundant in the area. The quality of peat water, both as surface water and groundwater, is generally brownish red, acidic in color and has a high organic content. Therefore, processing is needed to reduce the color content and organic matter.One way to remove color and organic substances in water is by adsorption using various media such as charcoal, activated charcoal and so on.There is sufficient peat soil in the Kalimantan area which can be used as raw material for charcoal and activated charcoal because the carbon content is quite high. Therefore, it is necessary to study the conditions for making peat charcoal and activated charcoal and then determine the quality by determining the yield, the number of methylene blue and iodine as well as its absorption to wanna and peat water organic substances to find the type of charcoal or activated peat charcoal that is most suitable for reducing the content. peat water color and organic matter. The organic absorption capacity of peat charcoal is then compared with activated charcoal from coal and coconut shell. The peat water used comes from the Kahayan River in Palangkaraya City, South Kalimantan, which has an organic substance content of 250 mg / l and a color of 1064 TCU. From the results of this study, it was determined that peat charcoal is the most suitable for treating peat water.The peat charcoal is then used as a medium in the filter test column which is operated until the breakthrough condition by varying the filtration speed to determine the optimum condition, namely that which treats more water and forms a breakthrough curve. The results showed that the speed of 0.68 m / hour was the condition that gave the most optimum results.The effluent concentration reaches the limited quality standard, which is 10 mg / l for the parameter KMn04 and 50 TCU for the color parameter, obtained when the peat charcoal filter has treated 16.8 liters of peat water after 35 hours of operation. However, if the effluent that is processed by the peat charcoal filter is not directly distributed, it is first collected in a storage tank. Then the concentration in the tank will reach quality standards after operating for 49 hours and treating 23.52 liters