DETAIL KOLEKSI

Analisis kelayakan rencana pengembangan proyek panas bumi dengan kapasitas 1X20MW berdasarkan BPP pembangkitan 2018

5.0


Oleh : Abiyoso Ahmad Fadhlullah AT

Info Katalog

Nomor Panggil : 1203/TP/2019

Penerbit : FTKE - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2019

Pembimbing 1 : Syamsul Irham

Pembimbing 2 : Havidh Pramadika

Subyek : Geothermal - Management

Kata Kunci : economics, economic analysis, tariff, Indonesia, geothermal development project

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2019_TA_TM_0710014000172_HALAMAN-JUDUL.pdf 17
2. 2019_TA_TM_0710014000172_BAB-1.pdf 5
3. 2019_TA_TM_0710014000172_BAB-2.pdf
4. 2019_TA_TM_0710014000172_BAB-3.pdf
5. 2019_TA_TM_0710014000172_BAB-4.pdf
6. 2019_TA_TM_0710014000172_BAB-5.pdf
7. 2019_TA_TM_0710014000172_DAFTAR-PUSTAKA.pdf 2
8. 2019_TA_TM_0710014000172_LAMPIRAN.pdf

P Pemanfaatan terbesar dari energi panas bumi saat ini merupakan pengolahan energi panas bumi menjadi listrik. Suatu proyek panas bumi agar dapat dikembangkan dan menghasikan listrik apabila lapangan tersebut layak dan dapat menguntungkan dari sisi keekonomiannya. Salah satu pengembangan proyek panasbumi di Indonesia adalah Area Lahendong yang dimiliki oleh PT. Pertamina Geothermal Energy dengan kapasitas pembangkitan sebesar 1X20 MW. Maka dilakukanlah kajian keekonomian untuk proyek pengembangan panas bumi dengan kapasitas 1X20 MW agar dapat diketahui tingkat kelayakan dari sisi keekonomian proyek pengembangan panas bumi tersebut terhadap beberapa indikator keekonomian yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Pay Out Time (POT). Perhitungan pada penelitian ini menggunakan input data dasar yang didapat dari PT. Pertamina Geotermal Energy dan Asosiasi Panas Bumi Indonesia, didapatkan hasil perhitungan yang menyatakan bahwa lapangan tersebut tidak layak untuk dikembangkan. Untuk mencapai keekonomian yang layak maka lapangan tersebut harus dilakukan penyesuaian untuk harga jual (tariff), drilling cost, dan EPCC (Engineering, Procurement, Construction, Commissioning) dari proyek tersebut. Pada sektor besaran harga patokan pembelian harga energi berdasarkan biaya produksi energi baru dan terbarukan (feed in tariff) diatur harga jual patokan tiap provinsi dalam Besaran Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan 2018 oleh Kementrian ESDM Indonesia dengan tarif sebesar US$ 13,46 cents/kWh. Namun setelah dilakukan perhitungan keekonomian, didapatkan hasil bahwa tarif untuk proyek di wilayah tersebut tidak ekonomis dan perlu adanya penyesuaian ulang dan tarif harus berada di kisaran angka minimal US$ 15 cents/kWh agar ekonomis. Namun apabila tarif tetap menyesuaikan dengan harga patokan berdasarkan BPP Pembangkitan 2018 maka dengan menurunkan biaya drilling cost dan EPCC, proyek tersebut dapat layak dikembangkan dari sisi keekonomiannya.

T The biggest utilization of geothermal energy is currently processing geothermal energy into electricity. A geothermal project so that it can be developed and produce electricity if the field is feasible and can be profitable from the economic side. One of the development of geothermal projects in Indonesia is the Lahendong Area which is owned by PT. Pertamina Geothermal Energy with a generating capacity of 1X20 MW. Then an economic study is carried out for geothermal development projects with a capacity of 1X20 MW so that the feasibility level from the economics of the geothermal development project to several economic indicators is used, including the Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Pay Out Time (POT). The calculation in this study uses basic data input obtained from PT. Pertamina Geothermal Energy and the Indonesian Geothermal Association, the results of the calculation show that the field is not feasible to develop. From the simulation of the calculations carried out, some of the most influential parameters to achieve a decent economy, the field must be adjusted for the selling price (tariff), drilling cost, and EPCC (Engineering, Procurement, Construction, Commissioning) of the project. In the sector the benchmark price for purchasing energy prices based on the cost of producing new and renewable energy (feed in tariff) is set by the benchmark selling price of each province in the 2018 Generation Cost of Supply (BPP) by the Indonesian Ministry of Energy and Mineral Resources at a rate of US $ 13.46 cents / kWh. However, after the economic calculation is done, the results show that the tariffs for projects in the region are not economical and that there needs to be a readjustment and the tariff must be in the range of at least US $ 15 cents / kWh to be economical. However, if the fixed rate adjusts to the benchmark price based on BPP Generation 2018, by reducing the drilling cost and EPCC costs, the project can be feasible to be developed from the economic side

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?