Analysis of k+ ions in mud on shale mineral characteristics at x and y formation for ms wellbore stability
L Lumpur pemboran memegang peranan yang sangat penting dalam operasi pemboran. Pemilihan komponen lumpur dan penentuan kuantitas masing-masing komposisi harus tepat. Apabila terjadi kesalahan dalam prosesnya, maka dapat menyebabkan permasalahan. Di samping lumpur pemboran, jenis formasi juga merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam operasi pemboran. Dalam prosesnya, jenis formasi shale merupakan jenis formasi yang reaktif. Kandungan shale yang tidak stabil pada formasi dapat memicu permasalahan dalam operasi pemboran. Ketidakstabilan shale akibat interaksinya dengan lumpur pemboran menjadi penyebab permasalahan yang ada pada sumur MS, yaitu sloughing shale. Penelitian ini dilakukan dengan analisis dan evaluasi. Analisis yang dilakukan adalah analisis data laboratorium karakterisasi mineral melalui cation exchnge capacity dan x-ray diffraction. Berdasarkan dua analisis ini, ditentukan jenis mineral clay apa yang mendominasi, apakah dry shale atau wet shale. Dry shale dapat memicu terjadinya sloughing shale, sedangkan wet shale dapat memicu terjadinya swelling clay. Melalui analisis ini, ditentukan jenis dan komposisi lumpur yang tepat. Kemudian, dilakukan analisis data laboratorium interaksi antara dinding lubang bor dengan lumpur pemboran melalui linear swell meter, dispersion test, dan capillary suction time test. Penelitian dilakukan dengan menganalisis komposisi dan sifat fisik lumpur. Ini dilakukan untuk melihat pengaruh komposisi dan dampaknya terhadap sifat fisik lumpur atas ketidakstabilan shale. Berdasarkan analisis hasil uji laboratorium karakterisasi mineral, diperoleh jenis formasi yang didominasi oleh kaolinite yang memicu terjadinya sloughing shale. Kemudian dipilih jenis lumpur dan komposisi untuk menangani terjadinya permasalahan sloughing shale. Berdasarkan hal ini, diperoleh jenis lumpur yang mampu menahan kestabilan shale, yaitu high performance water based mud dengan komposisi 7% KCl dan 3% Polyamine. Dengan konsentrasi ini, terjadi sloughing shale dan foaming issue pada trayek 12 ¼â€. Sloughing shale pada trayek ini terjadi akibat adanya dominasi kaolinite pada formasi, konsentrasi ion K+ yang terlalu tinggi, dan kurangnya pengendalian terhadap sifat fisik lumpur. Ion K+ berfungsi untuk menjaga kestabilan shale, tetapi nilainya yang terlalu tinggi membuat formasi semakin kering, rontok, dan terjadi sloughing. Karena permasalahan sloughing shale yang terjadi pada trayek 12 ¼â€, dan tidak dilakukan treatment apapun untuk menangani permasalahan ini, terjadi permasalahan lain pada sumur MS, yaitu stuck pipe pada kedalaman 4100 ft. Pertama, dilakukan analisis differential sticking dengan menghitung perbedaan tekanan hidrostatis dan tekanan formasi. Tekanan hidrostatis memiliki nilai 2217,28 psi dan tekanan formasi memiliki nilai 2006,21 psi sehingga differential pressure memiliki nilai 211,07 psi. Nilai ini berada di bawah batas yaitu 500 psi yang menunjukkan stuck pipe bukan disebabkan karena differential sticking. Kemudian, analisis stuck pipe dilakukan dengan menggunakan metode Cutting Carrying Index (CCI) dan Qmin. Nilai CCI yang diperoleh sampai kedalaman terjadinya stuck pipe pada 4100 ft memiliki nilai pada kisaran 0,355 – 0,786. Nilai ini berada di bawah kisaran aman nilai CCI yaitu 1. Ini menunjukkan pengendapan cutting terjadi. Nilai Qmin tertinggi adalah 1618,49 gpm, sedangkan rate pompa yang digunakan adalah 650 gpm. Berdasarkan hasil ini, pengangkatan cutting tidak berjalan maksimal sehingga menyebabkan pengendapan cutting. Setelah dianalisis, stuck pipe yang terjadi disebabkan oleh mechanical sticking karena hole pack off sloughing shale yang terjadi pada trayek 12 ¼â€. Permasalahan stuck pipe pada kedalaman 4100 ft ini ditangani dengan melakukan work on pipe berupa pull out of hole (POOH) dan reaming untuk melepaskan pipa yang terjepit. Oleh karena itu, dilakukan evaluasi ulang untuk komposisi lumpur yang tepat. Pada pemboran trayek 8 ½â€, dilakukan Management of Change, dengan menggunakan sistem lumpur KCl Polimer dengan konsentrasi 4% KCl. Pemboran dilanjutkan tanpa ada permasalahan. Sloughing shale tidak terjadi, dan konsentrasi shale inhibitor mampu menahan kestabilan shale.
D Drilling mud plays a crucial role in drilling operations. The selection of mud components and the determination of their respective quantities must be precise. Any mistakes in the process can lead to issues. In addition to drilling mud, the type of formation is also an important factor to consider in drilling operations. During the process, shale formations are reactive formations. Unstable shale content in the formation can trigger issues in drilling operations. Shale instability resulting from its interaction with drilling mud is the cause of the problem in the MS well, known as sloughing shale. This research is conducted through analysis and evaluation. The analysis performed includes laboratory analysis of mineral characterization data through cation exchange capacity and X-ray diffraction. Based on these two analyses, the dominant clay mineral type is determined, whether it is dry shale or wet shale. Dry shale can trigger sloughing shale, while wet shale can trigger swelling clay. Through this analysis, the appropriate type and composition of mud are determined. Subsequently, laboratory analysis of the interaction between the borehole wall and drilling mud is conducted using a linear swell meter, dispersion test, and capillary suction time test. The research is conducted by analyzing the composition and physical properties of the mud. This is done to observe the influence of composition and its impact on the physical properties of the mud regarding shale instability. Based on the analysis of laboratory results of mineral characterization tests, it is determined that the formation is dominated by kaolinite, which triggers sloughing shale. Then, the type and composition of mud are selected to address the issue of sloughing shale. Based on this, the type of mud capable of maintaining shale stability is obtained, which is high-performance water-based mud with a composition of 7% KCl and 3% Polyamine. With this concentration, sloughing shale and foaming issues occur in the 12 ¼\\\" section. Sloughing shale in this section occurs due to the dominance of kaolinite in the formation, excessively high K+ ion concentration, and insufficient control over the physical properties of the mud. K+ ions function to maintain shale stability, but when their concentration is too high, the formation becomes drier, resulting in shedding and sloughing. Due to the occurrence of sloughing shale in the 12 ¼\\\" section and the lack of any treatment to address this issue, another problem arises in the MS well, which is a stuck pipe at a depth of 4100 ft. First, a differential sticking analysis is performed by calculating the difference between hydrostatic pressure and formation pressure. The hydrostatic pressure is 2217.28 psi, and the formation pressure is 2006.21 psi, resulting in a differential pressure of 211.07 psi. This value is below the threshold of 500 psi, indicating that the stuck pipe is not caused by differential sticking. Then, stuck pipe analysis is conducted using the Cutting Carrying Index (CCI) and Qmin methods. The CCI values obtained up to the depth of the stuck pipe at 4100 ft range from 0.355 to 0.786. These values are below the safe range of the CCI value, which is 1. This indicates that cutting deposition is occurring. The highest Qmin value is 1618.49 gpm, while the pump rate used is 650 gpm. Based on these results, the removal of cuttings is not optimal, leading to cutting deposition. After analysis, it is determined that the stuck pipe occurred due to mechanical sticking caused by hole pack off sloughing shale in the 12 ¼\\\" section. The problem of the stuck pipe at a depth of 4100 ft is addressed by performing a work on pipe procedure, namely, a pull out of hole (POOH) and reaming to release the stuck pipe. Therefore, a re-evaluation is carried out for the appropriate mud composition. For the drilling of the 8 ½\\\" section, a Management of Change is implemented by using a KCl Polymer mud system with a concentration of 4% KCl. The drilling continues without any issues. Sloughing shale does not occur, and the shale inhibitor concentration is able to maintain shale stability.