Kompetensi absolut penyelesaian perkara di badan penyelesaian sengketa konsumen (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sampit Nomor 23/PDT.G/2016/PN.SPT)
S eiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas pembiayaan dalam menunjang kebutuhan fasilitas pembiayaan diluar Perbankan atau dikenal disektor Industri Keuangan Non Bank, dalam hal sengketa tentang hak dan kewajiban diantara kedua pihak tersebut. Seperti halnya sengketa antara Perusahaan Pembiayaan PT. Oto Multiartha (OM), dengan pihak konsumen, karena adanya penarikan kendaraan yang diperoleh konsumen dari fasilitas pembiayaan di PT. OM. Permasalahannya adalah 1) Apakah Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) memiliki kompetensi dalam sengketa perjanjian pembiayaan konsumen? Dan 2) Apa saja syarat- syarat dan ketentuan mengajukan gugatan konsumen ke Badan Penyelesaian Sengjeta Konsumen? Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara yuridis normatif terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Pengolahan data dilakukan kualitatif, pengambilan kesimpulannya dilakukan menggunakan logika deduktif. Berdasarkan analisa yang dilakukan diketahui bahwa; 1). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidak memiliki komptensi absolut terhadap sengketa perkara yang berkaitan dengan perjanjian pembiayaan konsumen, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum dijelaskan bahwa sengketa perkara perdata dan pidana merupakan tugas dan kewenangan Pengadilan Negeri. 2) Persyaratan pengajuan gugatan konsumen ke badan penyelesain sengketa konsumen di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 dan UUPK Pasal 52 huruf (a) dan konsiliasi ini kemudian di atur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/Mpp/Kep/12/2001 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Kepmen Perindag 350/2001).