Kajian standar fasilitas dan aksesibilitas untuk difabel di stasiun kereta rel listrik (KRL) commuter line Jabodetabek
F asilitas dan aksesibilitas dalam gedung stasiun kereta harus sesuai dengan standar persyaratan, untuk mengimbangi tingginya angka pengguna stasiun kereta jenis kereta rel listrik (KRL) Commuter Line JABODETABEK. Namun kenyataannya, saat ini fasilitas difabel belum semua terpenuhi di bangunan stasiun. Sebagai contoh, wastafel yang memiliki ketinggian melebihi pengguna kursi roda, perbedaan lantai belum dilengkapi ram, marka dan penanda belum diterima oleh difabel.Pengukuran diperlukan untuk melihat kesesuaian antara fasilitas dan aksesibilitas di stasiun dengan standar persyaratan. Metode kuantitatif digunakan untuk menjawab kesesuaian. Kasus kajian terletak di Stasiun Tanah Abang, Stasiun Bogor, dan Stasiun Bekasi. Dengan 11 variabel yang dikaji adalah ruang ibadah, ruang laktasi, ruang toilet, ruang tunggu, jalur penuntun, penanda, loket, tangga, ram, lif, tinggi peron kereta.Stasiun dengan standar fasilitas dan aksesibilitas tertinggi adalah Stasiun Bogor, kedua adalah Stasiun Tanah Abang, ketiga yakni Stasiun Bekasi. Dengan hasil pengukuran dan juga persentase aspek tertinggi di tiga stasiun terpadat adalah aspek penanda. Serta dari hasil penambahan persentase ketiga stasiun terpadat, dapat di rata-ratakan total persentase kesesuaian standar fasilitas dan aksesibilitas untuk difabel berjumlah 54%. Untuk permasalahan utama yang mendasari ketidaksesuaian ketiga bangunan stasiun dengan difabel adalah kurangnya pemerataan pembangunan stasiun secara menyeluruh agar difabel mudah menggunakan fasilitas dan aksesibilitas bangunan dalam stasiun.
F acilities and accessibility in the train station building must be in accordance with the standard requirements, to compensate for the high number of users of the JABODETABEK Commuter Line electric train (KRL) type train. But in reality, currently all diffable facilities have not been fulfilled in the station building. For example, a sink that has a height exceeding a wheelchair user, the difference in the floor has not been equipped with ram, markers and markers have not been received by the diffable.Measurements are needed to see the compatibility between the facilities and accessibility at the station with the standard requirements. Quantitative methods are used to answer conformity. Case studies are located in Tanah Abang Station, Bogor Station and Bekasi Station. The 11 variables studied were worship space, lactation room, toilet room, waiting room, guide lane, marker, ticket window, stairs, ram, lift, train platform height.The station with the highest standards of facilities and accessibility is the Bogor Station, the second is the Tanah Abang Station, the third is the Bekasi Station. With the results of measurements and also the highest percentage of aspects in the three densest stations is the marker aspect. As well as from the results of the addition of the third percentages of the densest stations, it can be averaged the total percentage of facility standards and accessibility for diffables totaling 54%. For the main problem that underlies the third mismatch of station buildings with diffables is the lack of even distribution of the overall construction of the station so that diffables easily use the facilities and accessibility of buildings within the station.