Tinjauan yuridis pencalonan bakal calon anggota Legislatif yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi (studi kasus PKPU No. 20 Tahun 2018 dan Putusan Bawaslu Np. 001/PS/BWSL.BT.1612/VIII/2018)
P Pencalonan Bakal Calon Anggota Legislatif yang berstatus sebagai mantan narapidana korupsi diatur dalam Peraturan (PKPU) No. 20 Tahun 2018. Peraturan (PKPU) memuat ketentuan baru yang melarang mantan narapidana korupsi, pelecehan seksual terhadap anak dan narkoba sebagai calon anggota legislatif. Akibatnya banyak calon anggota legislatif yang melapor ke Bawaslu dan selanjutnya Bawaslu meloloskan mereka untuk manjadi calon anggota legislatif, slah satunya adalah Putusan Bawaslu Kab. Blitar No. 001/PS/BWSL.BT.1612/VIII/2018 karena Peraturan KPU tersebut dianggap melanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan Undang-Undang. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : bagaimanakah kewenangan KPU dalam menetapkan pengaturan mengenai syarat-syarat bagi calon anggota legislatif dan bagaimanakah implikasi PKPU No. 20 Tahun 2018 dan Putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nomor 001/PS/BWSL.BT.1612/VIII/2018 terhadap pencalonan mantan narapidana korupsi untuk menjadi calon anggota legislatif. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara, data diolah secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. KPU sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri memiliki kewenangan untuk membuat peraturan. PKPU No. 20 Tahun 2018 isinya mengatur dan menetapkan syarat-syarat bagi calon anggota legislatif. Terhadap PKPU ini, Bawaslu mengeluarkan Putusan Nomor 001/PS/BWSL.BT.1612/VIII/ 2018 mengakibatkan pertentangan hukum dan pada akhirnya KPU menetapkan bahwa calon anggota legislatif di perbolehkan tetapi tidak lebih dari 5 tahun kurungan dan harus diumumkan ke masyarakat bahwa calon anggota legislatif tersebut pernah terlibat kasus korupsi.