Kajian yuridis sumber daya air menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
A Air tidak hanya diperlukan oleh manusia saja, tapi bisa untuk kegiatan industri, petanian, pertambangan, begitu pentingnya air bagi hidup dan kehidupan manusia maka setiap individual manusia seharusnya berhak memperoleh kemudahan untuk mengakses perolehan air secara berkeadilan. Pada pertengahan abad ke-19 mulai dibangun irigasi dalam skala besar di Pulau Jawa. Ada tiga motif pembangunan irigasi tersebut. Pertama, adanya kelaparan di Jawa Tengah, khususnya di Demak, yang mungkin disebabkan oleh kekeringan dan kebanjiran. Kedua, dukungan irigasi terhadap komoditas ekspor seperti tebu. Ketiga, perkembangan teknik hidrolika yang dalam pelaksanaannya memerlukan uji coba pembangunan irigasi dalam skala besar. Pada Masa Pemerintahan Orde Lama tidak mengeluarkan Undang-Undang yang mengatur tentang Sumber Daya Air, tetapi Pemerintahan Orde Lama Mengeluarkan Undang-Undang Pokok Agraria yang mengatur tentang asas kebangsaan, asas kemasyarakatan, pemerataan, dan keadilan sosial, kemudian asas demokrasi. Pada era kemerdekaan, politik kesejahteraan pada era generasi pertama tetap dilanjutkan. Istilah “pengairan†yang dipergunakan dalam undang-undang ini merefleksikan pemanfaatan air lebih dari sekedar irigasi walaupun dalam pengertian umum istilah tersebut sering dipertukarkan dengan irigasi. Kemudian diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada tanggal 18 Maret 2004. Mahkamah Konstitusi membatalkan berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air secara keseluruhan karena tidak memenuhi 6 prinsip dasar pembatasan pengelolaan sumber daya air.