DETAIL KOLEKSI

Sarana pejalan kaki di pusat kota


Oleh : Hady Soedarwanto

Info Katalog

Nomor Panggil : 0011/T/2011

Subyek : Street facilities - Pedestrian pathway

Penerbit : FSRD - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2011

Pembimbing 1 : Pantas L. Tobing

Pembimbing 2 : Dibyo Hartono

Kata Kunci : public spaces, pedestrian pathway

Status Posting : Published

Status : Tidak Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2011_TS_mdp-191090014_Halaman-judul.pdf 6
2. 2011_TS_mdp-191090014_Bab1.pdf 7
3. 2011_TS_mdp-191090014_Bab-2.pdf
4. 2011_TS_mdp-191090014_Bab-3.pdf
5. 2011_TS_mdp-191090014_Bab-4.pdf
6. 2011_TS_mdp-191090014_Bab-Daftar-pustaka.pdf 3

S Sebuah lingkungan binaan adalah habitat bagi manusia yang beraktifitas di dalamnya. Jadi sebuah habitat sedapat mungkin harus memberi kenyamanan dan keamanan bagi yang berdiam diri didalamnya. Keberadaan kota Jakarta sebagai sebuah lingkungan binaan juga harus memenuhi kebutuhan tersebut. Namun di lain sisi, Jakarta sebagai sebuah ibukota juga membutuhkan ruang untuk mencitrakan dirinya sebagai simbol dari sebuah negara yang sejajar dengan kota dinegara lain yang lebih maju. Tarik-menarik antar dua kepentingan ini terjadi di tempat yang paling representatif dalam lingkungan binaan sebuah kota, yaitu di ruang publik. Ruang publik pada dasarnya harus egaliter dan memungkinkan untuk dapat diakses semua orang sesuai dengan fungsinya. Jalur pejalan kaki adalah salah satu ruang publik yang dinilai paling egaliter. Jalur pejalan kaki sering kali hanya dianggap hanya berfungsi sebagai tempat berlalu lalang, padahal pada lokasi tertentu seperti di lokasi studi idi dapati banyak aktifitas lain yang terjadi. Namun permasalahan pemenuhan sarana ruang publik bukan hanya masalah teknis, dinamika pembangunan kota Jakarta juga tidak terlepas dari kepentingan politis pemimpin dan pemerintahan negeri ini dan sarana ruang publik menjadi salah satuyang terkena imbasnya. Lalu dari situ terciptalah konotasi-konotasi tentang ruang publik yang keras,ruang publik yang liar, tak terlindung dan tidak nyaman. Pada akhirnya, konotasi negatif tentang ruang publik itu akan membangun citra yang tidak baik bagi pencitraan kota Jakarta. Jadi seperti apakah kota desain jalur pejalan kaki yang harus disediakan pemerintah kota Jakarta diantara tarik menarik semua kepentingan tersebut?... kegiatan penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dilakukandengan cara observasi terhadapa kawasan studi berdasarkan pembagian waktu dengan mengamatipelaku kegiatan serta kegiatan yang terjadi di lokasi. Tinjauan sejarah juga diangkat sebagaipertimbangan dalam melakukan penelitian ini. Walaupun berdekatan, kedua lokasi studi memilikikarakter yang berbeda, namun yang menjadi perhatian adalah tentang bagaimana kedua kekhasantersebut saling bersinergi, karena memang kedua lokasi saling membutuhkan. Hanya saja karenafaktor pencitraan kota, kedua lokasi sepertinya dipisahkan.pemenuhan kebutuhan masyarakat denganmobilitas yang tinggi, bijaksananya dijawab dengan lingkungan yang terintegrasi anatar satu titikdengan titik lainnya.

A A built environment is a habitat for humans who indulge in it. So a habitat where possible should provide comfort and security for those who dwell in it. The existence of the city as abuilt environment must also meet these needs. But on the other hand, Jakarta as a capitalalso needs space to portray himself as a symbol of a country that is parallel to cities in other countries are more advanced.The attraction between these two interests occurred in themost representative in the built environment of a city, which is in the public sphere. Public spaces should essentially egalitarian and allow it to be accessible to all people in accordance with its function. Pedestrian pathway is one of the most valued public spaceegalitarian. Pedestrian paths are often just considered only serves as a place to go by, but incertain locations such as on-site study found many other activities going on. However,compliance issues of public space means bukian only technical issues, the dynamics of citydevelopment can not be separated from political interests and government leaders of thiscountry and the means of public space into one that is affected. Then from there created theconnotations of a harsh public space, public space was a wild, unprotected anduncomfortable. In the end, the negative connotations of the public space it will build animage that is not good for imaging the city. So what kind of city design pedestrian paths thatmust be provided between the Jakarta city government pull all these interests? ...researchactivity with a qualitative approach was carried out by means of observation terhadapa studyarea based on the division of time by observing the activities of actors and activities thatoccur at the site. Overview of history was also appointed as a consideration in doing thisresearch. Although contiguous, the two study sites have a different character, but theconcern is about how both these peculiarities synergy, because both need each otherlocation. Just because the city imaging factors, both locations seem dipisahkan.pemenuhanneeds of people with high mobility, wise answered with an integrated environment advanceof one point with another point.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?