Arsitektur lansekap istana Jawa
K Kultur Jawa bukanlah hal yang mudah terjadi, termasuk adanya perjalanan sejarahkerajaan di Jawa dengan pengaruh unsur budaya monarkis yang berakar dari India(Hindu-Buddha). Kompleksitas ini dapat dilihat dari perkembangan arsitektur sebagaiwujud sistem kemasyarakatan dan kompleks ide, maupun wujud kebutuhan spiritualnya.Sampai saat ini, cerminan dimensi religius-kultural masih dijadikan pandangan hidupmasyarakat Jawa yang dinamakan ngelmu Kejawen dengan tolak ukur nilai rancangbangun maupun implementasi simbol estetika Jawa dalam konsep manunggaling keblatpapat atau papat limo pancer.Di satu sisi yang lain, konsep mandala tidak akan lepas untuk sesekali disebutkansebagai bagian dari konteks penyebutan kata tanpa penjelasan secara mendetail. BahkanVan Nearssen (dalam Santoso, 2008:59) menggarisbawahi peranan mandala bagipenduduk di kota-kota pesisir, dan sedikit sekali hubungannya dengan kebudayaan kratonkarena lebih merupakan kebudayaan alternatif (subkultur). Padahal perkembanganbangunan sakral di Jawa pada abad ke 8 sampai dengan abad ke 15 jelas dipengaruhibudaya India yang berkonteks mandala.Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh, pemahaman, maupun penerapankonsep mandala ke dalam kultur Jawa, penelitian ini mengangkat arsitektur lanskap (tataletak- tatanan ruang) Kraton Kasunanan dan Kraton Kasultanan sebagai istana kembaryang bentuk peninggalannya masih bertahan dan berperan penting sebagai tempat tinggalmaupun pemerintahan pusat perkembangan peradaban Jawa. Dengan demikian dapatlahdiketahui seberapa besar relevansi peranan mandala sebagai ikon kebudayaan yangdikenal di dunia melalui citra seni berkonteks religius Hindu-Buddha.Mandala secara universal merupakan representasi pemahaman segala bentukaplikasi kosmologi. Kosmos menyadarkan manusia sebagai bagian dari alam semesta,dimana manusia selalu berada dalam hubungannya dengan dirinya (mikrokosmos),lingkungannya (makrokosmos), dan Tuhannya (metakosmos). Kultur Jawa merupakanimplementasi simbol estetika Jawa yang lahir dari pencarian melalui sugesti alam(kosmografi). Saat ini, dalam ngelmu Kejawenlah kosmografi masih dipertahankansebagai bentuk keseimbangan dalam kosmos, kultur, dan kuasa di Jawa.
T The Javanese culture was built with a great depth of complexity, including the kingdom’s historical journey which was heavily influenced by the monarchial valuesrooted from India (Hindu – Buddhist). The complexity can be observed from thee volution of the architecture in forms of the community systems, spiritual needs and complex ideas. The dimensional reflection of the religious culture, ngelmu Kejawen, has been apart of the Javanese society’s philosophy of life until the presence day, with the standard measurement of design’s structure or the implementation of Javanese esthetic symbols based on manunggaling keblat papat or papat limo pancer.On the other hand, the concept of Mandala will consistently be involved as part ofthe context of words without detail explanation. In fact, Van Nearssen (Santoso, 2008:59)underlined the role of Mandala in the area of outskirts compared to the Palace’s culture because it has been considered as an alternative culture (subculture) even though the development of the sacred structures in Java from the 8th century – 15th century had been influenced by the Indian’s culture with Mandala context.To recognize how the influence, understanding and practice of the Mandala concept in the Javanese culture, this research will take the architectural landscape(blueprints) of Kasunanan Royal Palace and Kasultanan Royal Palace as the Twin Palace.These palaces posses a design structure of and still hold the important role being the government’s center for the Javanese civilization’s development. From this, one can discover the importance and relevance of the Mandala’s role as the cultural icon known internationally under the artistic context of the Hindu-Buddhist context.Universally understood, Mandala, represents the understanding of all cosmological application in all forms. The cosmo brings awareness to human’s being aspart of the universal realm, and the existence of relationship with their own’s self(microcosmos), environment (macrocosmos) and God (metacosmos). The Javanese culture implements the symbols of Javanese esthetic, which derives from the study of the nature’s main features (cosmography). In ngelmu Kejawen, cosmography is still stronglymaintained as the form of balance in cosmo, culture and power in Java.