Pola spasial pemanfaatan jalur pejalan kaki oleh kegiatan sektor informal, studi kasus: Jalan. Jenderal Sudirman, DKI Jakarta
S Sebuah lingkungan binaan adalah habitat bagi manusia yang beraktifitas di dalamnya. Jadi sebuah habitat sedapat mungkin harus memberi kenyamanan dan keamanan bagi yang berdiam diri didalamnya. Keberadaan kota Jakarta sebagai sebuah lingkungan binaan juga harus memenuhi kebutuhan tersebut. Namun di lain sisi, Jakarta sebagai sebuah ibukota juga membutuhkan ruang untuk mencitrakan dirinya sebagai simbol dari sebuah negara yang sejajar dengan kota dinegara lain yang lebih maju. Tarik-menarik antar dua kepentingan ini terjadi di tempat yang paling representatif dalam lingkungan binaan sebuah kota, yaitu di ruang publik. Ruang publik pada dasarnya harus egaliter dan memungkinkan untuk dapat diakses semua orang sesuai dengan fungsinya. Jalur pejalan kaki adalah salah satu ruang publik yang dinilai paling egaliter. Jalur pejalan kaki sering kali hanya dianggap hanya berfungsi sebagai tempat berlalu lalang, padahal pada lokasi tertentu seperti di lokasi studi idi dapati banyak aktifitas lain yang terjadi. Namun permasalahan pemenuhan sarana ruang publik bukan hanya masalah teknis, dinamika pembangunan kota Jakarta juga tidak terlepas dari kepentingan politis pemimpin dan pemerintahan negeri ini dan sarana ruang publik menjadi salah satuyang terkena imbasnya. Lalu dari situ terciptalah konotasi-konotasi tentang ruang publik yang keras,ruang publik yang liar, tak terlindung dan tidak nyaman. Pada akhirnya, konotasi negatif tentang ruang publik itu akan membangun citra yang tidak baik bagi pencitraan kota Jakarta. Jadi seperti apakah kota desain jalur pejalan kaki yang harus disediakan pemerintah kota Jakarta diantara tarik menarik semua kepentingan tersebut?... kegiatan penelitian dengan pendekatan kualitatif ini dilakukandengan cara observasi terhadapa kawasan studi berdasarkan pembagian waktu dengan mengamatipelaku kegiatan serta kegiatan yang terjadi di lokasi. Tinjauan sejarah juga diangkat sebagaipertimbangan dalam melakukan penelitian ini. Walaupun berdekatan, kedua lokasi studi memilikikarakter yang berbeda, namun yang menjadi perhatian adalah tentang bagaimana kedua kekhasantersebut saling bersinergi, karena memang kedua lokasi saling membutuhkan. Hanya saja karenafaktor pencitraan kota, kedua lokasi sepertinya dipisahkan.pemenuhan kebutuhan masyarakat denganmobilitas yang tinggi, bijaksananya dijawab dengan lingkungan yang terintegrasi anatar satu titikdengan titik lainnya.