Analisis penolakan permohonan pailit dikarenakan tidak terjadinya suatu musyawarah sengketa wanprestasi (Kasus Putusan nomor 15/Pdt.Sus Pailit/2019/PN.Niaga.Jkt. Pst)
K Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan besar terhadap dunia usaha dalam menyelesaikan utang piutang untuk meneruskan kegiatannya. Terkait hal tersebut, banyak pelaku usaha merasa bahwa Hukum yang di(F) atur pada Undang – Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak memiliki kepastian hukum yang adil untuk pelaku usaha di Indonesia. Adapun permasalahan yang diangkat apakah alasan tidak terjadinya suatu musyawarah dalam penyelesaian sengketa wanprestasi dapat dijadikan dasar Majelis Hakim Pengadilan Niaga untuk menolak permohonan pailit. Pemasalahan ini diteliti secara normatif dengan menggunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif dan disimpulkan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa alasan tidak terjadinya musyawarah dalam penyelesaian sengketa dapat dijadikan Majelis Hakim Pengadilan Niaga untuk menolak apabila ada permohonan pailit. Majelis Hakim Pengdilan Niaga mengganggap bahwa dalam permomohonan pailit para pihak harus menyelesaikan sengketa wanprestasinya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU terlebih dahulu. Apabila Para Pihak tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU maka Majelis Hakim Pengadilan Niaga berhak untuk menolak permohonan pailit karena dianggap kurang tepat dan para pihak tidak melaksanakan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yaitu harus adanya upaya-upaya yang dilakukan Para Pihak untuk melaksanakan Musyawarah Mufakat.