Karakteristik fasad bangunan di Kawasan Pasar Lama Tangerang
P Pasar Lama Tangerang adalah salah satu pemukiman orang Tionghoa di Indonesia yang telah ada sejak abad ke-16 dan ke-17. Kawasan ini menarik untuk diteliti karena bukan hanya menjadi salah satu pecinan tertua di Indonesia, tetapi juga tetap aktif dalam kegiatan budaya tradisional seperti adat istiadat, upacara, dan ritual, yang memberikan identitas dan keunikan tersendiri bagi kawasan ini. Penelitian ini fokus pada karakteristik elemen fasad arsitektural Tionghoa di Pasar Lama Tangerang, serta faktor-faktor yang memengaruhi karakteristik tersebut. Melalui analisis terhadap 210 bangunan di kawasan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ciri-ciri utama elemen fasad bangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik arsitektur Tionghoa di Pasar Lama Tangerang. Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan menerapkan strategi penelitian studi kasus. Studi kasus adalah sebuah metode penelitian yang melibatkan penyelidikan mendalam terhadap satu atau beberapa subjek, dengan penekanan pada konteks khusus, sehingga memungkinkan analisis yang cermat terhadap fenomena yang sedang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas bangunan di kawasan ini menggunakan tipe atap Ngang Shan sebagai ciri khas, dengan mayoritas memiliki gable atap elemen kayu. Sistem ventilasi atap hanya ditemukan pada sejumlah kecil bangunan, sementara bukaan komersial seperti folding door umum ditemui. Ornamen dan warna bangunan juga bervariasi, dengan beberapa bangunan menampilkan elemen tradisional seperti dinding pelana, mural, dou gong, dan Pa Kua. Faktor utama yang membentuk karakteristik fasad arsitektural Tionghoa di Pasar Lama Tangerang adalah dominasi suku Hokkien, sementara perubahan disebabkan oleh pembukaan Jalan Kisamaun pada tahun 1940 dan maraknya budidaya walet pada tahun 1980. Kerusakan bangunan juga terjadi karena masalah sengketa hukum terkait kepemilikan dan pembagian aset warisan, serta ketidak aktifan atau ketidakjelasan status kepemilikan, Selain itu, beberapa bangunan mungkin juga tidak mendapatkan perhatian perawatan yang memadai karena belum dijual kembali oleh pemiliknya. Penelitian ini memberikan pemahaman yang mendalam mengenai kekayaan budaya dan simbolisme dalam arsitektur Tionghoa di kawasan Pasar Lama Tangerang serta pentingnya pelestarian warisan budaya dalam konteks perkembangan kawasan tersebut.
T The Pasar Lama Tangerang is one of the Chinese settlements in Indonesia that has been established since the 16th and 17th centuries. This area is intriguing to research not only because it is one of the oldest Chinatowns in Indonesia but also because it remains active in traditional cultural activities such as customs, ceremonies, and rituals, which give it a unique identity and character. This research focuses on the characteristics of Chinese architectural facade elements in Pasar Lama Tangerang, as well as the factors influencing these characteristics. Through the analysis of 210 buildings in the area, this study aims to identify the main features of building facade elements and the factors influencing Chinese architecture characteristics in Pasar Lama Tangerang. This research adopts a qualitative approach by applying a case study research strategy. A case study is a research method that involves in-depth investigation of one or several subjects, with emphasis on specific contexts, allowing for careful analysis of the observed phenomena. The research findings indicate that the majority of buildings in this area use the Ngang Shan roof type as a distinctive feature, with most having wooden gable roof elements. Roof ventilation systems are only found in a small number of buildings, while commercial openings such as folding doors are commonly found. Building ornaments and colors also vary, with some buildings featuring traditional elements such as saddle walls, murals, dou gong, and Pa Kua. The main factors shaping the characteristics of Chinese architectural facades in Pasar Lama Tangerang are the dominance of the Hokkien ethnic group, while changes are caused by the opening of Jalan Kisamaun in 1940 and the proliferation of swiftlet farming in 1980. Building damage also occurs due to legal disputes related to ownership and inheritance asset division, as well as inactivity or unclear ownership status. Additionally, some buildings may not receive adequate maintenance attention because they have not been resold by their owners. This research provides a profound understanding of cultural richness and symbolism in Chinese architecture in the Pasar Lama Tangerang area and the importance of cultural heritage preservation in the context of the area\'s development.