Kajian pengukuran tingkat layak huni di Kota Depok
P Pada tahun 2022, Kota Depok menjadi kota dengan index livability di bawah rata-rata berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencana (IAP) survei bertajuk Most Livable City Index (MLCI) yang mengukur kelayakhunian berdasarkan persepsi warga kota. Dari 52 kota yang menjadi objek penilaian, Kota Depok menempati urutan ke-52 (terakhir) dengan persentase 62%. Dibandingkan tahun 2017 dengan persentase 61,8%, Kota Depok tidak menunjukan peningkatan signifikan nilai indeks yang berhasil diraih. Sudah banyak penelitian yang mengukur tingkat kelayakhunian kota dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan mengunakan data primer, namun masih belum banyak penelitian yang menganalis menggunakan sumber data sekunder dan menggunakan metode analisis yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kelayakhunian di Kota Depok pada skala kecamatan. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode min-max normalization dan analisis spasial. Variabel yang digunakan fokus pada aspek pendidikan, kesehatan, sosial kependudukan, ekonomi, transportasi, dan lingkungan. Hasil penelitian adalah 1) aspek transportasi memiliki skor rendah ini disebabkan oleh jaringan transportasi umum yang belum merata cakupannya di seluruh wilayah Kota Depok dan aspek pendidikan memiliki skor yang tinggi pada dimensi pendidikan ini menunjukkan bahwa aspek pendidikan di Kota Depok berada dalam kondisi yang baik dan mudh diakses, 2) Kecamatan Sukmajaya mendapatkan skor tertinggi terutama karena lokasinya yang sangat dekat dengan pusat kota. Kedekatan ini memberikan keuntungan dari segi aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas publik yang memadai dan Kecamatan Limo mendapatkan skor yang rendah terutama disebabkan oleh ketidakmerataan fasilitas publik di wilayah tersebut.
I In 2022, Depok became a city with an index of livability below average based on the assessment made by the Ikatan Ahli Perencana (IAP) survey entitled Most Livable City Index (MLCI) which measures livability based on urban perceptions. Of the 52 cities that were the subject of the rating, Depok was ranked 52nd with 62%. Compared to 2017 with 61.8 %, Depok did not show a significant improvement in the index value achieved. There has been a lot of research measuring urban population using quantitative approaches and using primary data, but there is still not much research that analyzes using secondary data sources and using different methods of analysis. The purpose of this study is to measure the level of habitability in the city of Depok on the scale of poverty. This research is quantitative with methods of min-max normalization and spatial analysis. The variables used focus on aspects of education, health, social population, economy, transportation, and the environment. The results of the study are 1) the transportation aspect has a low score due to the public transportation network that has not evenly covered the entire territory of Depok and the educational aspect has high scores on the dimension of education this indicates that the education aspect in Depok is in good condition and is not accessible, 2) Kecamatan Sukmajaya gets the highest score especially because of its location very close to the center of the city. This proximity provides an advantage in terms of accessibility and availability of adequate public facilities and the Kecamatan Limo gets a low score mainly due to the inequality of public facility in the region.