Analisis yuridis mengenai ketiadaan perundingan bipartit pada perkara perselisihan hubungan industrial (studi putusan nomor 208/pdt.sus-phi/2017/pn.bdg jo 490 k/pdt.sus-phi/2018)
D Dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, setiap adanya Perselisihan hubungan industrial harus diadakannya Perundingan Bipartit. Perundingan bipartite ini wajib halnya dilakukan oleh pengusaha dan buruh untuk menyelesaihan perselisihan hubungan industrial untuk mencapai mufakat. Pokok Permasalahan:1. Apakah Ketiadaan Perundingan Bipartit Putusan Nomor 208/Pdt.Sus-PHI/2017/PN,Bdg jo 490 K/Pdt.Sus-PHI/2018 telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Ketenagakerjaan? 2. Apakah akibat hukum dari Putusan Nomor 208/Pdt.Sus- PHI/2017/PN,Bdg jo 490 K/Pdt.Sus-PHI/2018l dengan ketiadaan perundingan bipartite terlebih dahulu dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Pengadilan Hubungan Industrial? Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara yuridis normatif dan memiliki sifat penelitian desktiptif, yang menggunakan data sekunder sebagai data utamanya serta mengumpulkan data dari studi kepustkaan dan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah dengan ketiadaannya perundingan bipartit pada pengajuan gugatan ke pengadilan hubungan industrial tidak memenuhi syarat formil yang diatur pada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan serta akibat hukumnya adalah hakim harus mengembalikan gugatan tersebut kepada pengugat untuk menyempurnakan guggatannya dengan adanya risalah perundingan Bipartit yang mana penulis menyarankan kepada penegak hukum, Hakim PHI kiranya untuk memeriksa kembali seluruh persyaratan secara menyeluruh sesuai dengan Undang-Undang di bidang ketenagakerjaan yang berlaku