DETAIL KOLEKSI

Penunjukan majelis arbiter ad hoc dalam perkara perjanjian jual beli ditinjau dari Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa (studi kasus penetapan nomor: 363/Pdt.P/ 2013/Pn Jkt.Pst Jo. Putusan Majelis Arbitrase Ad Hoc Tanggal 11 Juli 2014, Registrasi n


Oleh : Kikin Nopiandri

Info Katalog

Subyek : Commercial law

Penerbit : FH - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2019

Pembimbing 1 : Eriyantouw Wahid

Kata Kunci : dispute, buying and selling land

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2019_TS_MHK_110150064_Halaman-Judul.pdf
2. 2019_TS_MHK_110150064_Lembar-Pengesahan.pdf
3. 2019_TS_MHK_110150064_Bab-1_Pendahuluan.pdf
4. 2019_TS_MHK_110150064_Bab-2_Tinjauan-Pustaka.pdf
5. 2019_TS_MHK_110150064_Bab-3_Metode-Penelitian.pdf
6. 2019_TS_MHK_110150064_Bab-4_Pembahasan.pdf
7. 2019_TS_MHK_110150064_Bab-5_Penutup.pdf
8. 2019_TS_MHK_110150064_Daftar-Pustaka.pdf
9. 2019_TS_MHK_110150064_Lampiran.pdf

S Sistem hukum Indonesia sudah sejak lama mengenal lembaga arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang cenderung fleksibel, sederhana, cepat, dan efisien secara waktu maupun biaya. Saat ini, arbitrase diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam praktik, ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ternyata tetap dapat diberlakukan pada perkara yang timbul dari perjanjian yang dibuat sebelum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 diberlakukan, dan kasus yang diteliti dalam tesis ini berkaitan dengan hal tersebut. Kasus yang diteliti ialah berasal dari Penetapan Nomor: 363/PDT.P/2013/PN JKT.PST jo.Putusan Majelis Arbitrase Ad HocNomor: 09/WASIT/AD HOC/2014/PN.JKT.PST yang diselesaikan melalui arbitrase ad hoc. Pokok permasalahan dalam penelitian ini ialah: Bagaimanakah pengaturan arbitrase di Indonesia? Bagaimana proses penunjukan arbiter untuk sengketa yang perjanjian arbitrasenya dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999? Kemudian, apakah tata cara penunjukan arbiter ad hoc yang ditempuh oleh PT. Hayam Wuruk Sakti selaku Pemohon dalam sengketa pengambilalihan kios sudah sesuai dengan hukum yang berlaku? Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hokum normatif, dengan bersandar pada data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum. Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini ialah bahwa: Pertama, secara substansi, arbitrase telah ada pengaturannya dalam system hukum Indonesia sejak zaman Hindia Belanda, yaitu dimuat pada Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering, sampai dengan masa sekarang, sebagaimana diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Kedua, proses penunjukan arbiter untuk sengketa yang perjanjian arbitrasenya dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, sedangkan sengketanya terjadi setelah berlakunya undang-undang tersebut, maka prosedur dan tata caranya mengacu pada undang-undang yang terkini, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Hal itu sesuai dengan asas lex posteriori derogate legi priori. Asas hukum tersebut juga dipertegas lagi melalui Pasal 81 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Ketiga, proses penunjukan arbiter pada sengketa pengambilalihan kios antara PT. Hayam Wuruk Sakti dengan Para Pemegang Hak Atas Kios sudah sesuai dengan prosedur pengangkatan arbiter yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Proses penunjukan Arbiter Ad Hoc yang ditempuh oleh Pemohon sudah pula mengacu pada perjanjian dalam Akta Jual Beli yang disepakati oleh para pihak. Pada perkara tersebut, ada kesesuaian secara yuridis antara substansi Akta Jual Beli dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, walaupun akta itu dibuat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?