Analisis beban emisi gas rumah kaca karbon oksida (CO2) di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten
M Meningkatnya kebutuhan manusia pada penggunaan transportasi udara tanpa disadari dapat berdampak pada meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, terutama gas CO2. Salah satu bandar udara di Indonesia dengan jadwal penerbangan terpadat adalah Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dengan pergerakan pesawat mencapai rata-rata 16.000 setiap bulannya. Perhitungan beban emisi CO2 pun perlu dilakukan untuk mengetahui beban emisi yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban emisi CO2 di Bandar Udara Internasinal Soekarno-Hatta tahun 2017 dengan menerapkan metode tier 1 dan tier 2 dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2006 dan analisis alternatif pengurangan CO2 di bandar udara. Metode perhitungan tier 1 diterapkan untuk menghitung CO2 dari kegiatan penerbangan pesawat komersial, fasilitas Main Power Station (MPS), dan kegiatan ground handling pesawat, sedangkan metode tier 2 diterapkan untuk menghitung beban emisi per tipe pesawat. Berdasarkan metode tier 1 didapatkan beban emisi CO2 tahun 2017 dari penerbangan pesawat komersial sebesar 5.475.036 ton, fasilitas MPS sebesar 33,38 ton, dan kegiatan ground handling sebesar 2.393,20 ton. Berdasarkan metode perhitungan tier 2 didapatkan jika tipe pesawat Boeing 737-800 dan Airbus A320200 merupakan dua tipe pesawat yang mengemisikan CO2 paling tinggi dari kegiatan penerbangan pesawat komersial, dengan kontribusi sebesar 38,30% dan 22,45%. Emisi CO2 terbesar dihasilkan dari kegiatan penerbangan pesawat komersial. Adapun alternatif pengurangan CO2 yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur lalu lintas pesawat pada saat taxi-out serta mengganti jenis bahan bakar Avtur Jet-A1 dengan biofuel, seperti Bio Derived Synthetic Paraffinic Kerosene (Bio-SPK), yang dapat mereduksi emisi CO2 sebanyak 8,45%. Selain itu, alternatif pengurangan CO2 di bandar udara dapat dilakukan dengan menerapkan konsep eco-airport, seperti modernisasi peralatan dan penggunaan bahan bakar alternatif pada fasilitas MPS dan peralatan ground handling serta melakukan penanam pohon trembesi dan pohon cassia yang dapat menyerap CO2 sebanyak 28.488 kg CO2 per pohon per tahun dan 5.295 kg per pohon per tahun.
T The increasing of human need for the use of air transportation have an impact on the increase of greenhouse gases (GHG) in the atmosphere, especially CO2. One of the biggest airport in Indonesia, with the most crowded flight movement, is Soekarno-Hatta International Airport that can reach 16,000 aircraft movement per month. The calculation of CO2 needs to be determined to estimate the value of CO2 that is emitted. This study discussed the analysis of CO2 emission at Soekarno-Hatta International Airport in 2017 by applying tier 1 and tier 2 methods from Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2006 and analysis the alternatives of CO2 reduction at the airport. Tier 1 method was applied to calculate CO2 from commercial flight, main power station facility (MPS), and ground handling activity, while tier 2 method was applied to calculate CO2 per aircraft type. Based on tier 1 method, the value of CO2 in 2017 from commercial flight was 5,475,036 tons, MPS facility was 33.38 tons, and ground handling activity was 2,393.20 tons. Based on tier 2 method, Boeing 737-800 and Airbus A320-200 were type of aircraft that emitted the highest CO2 from commercial flight with contribution of 38.30% and 22.45%. The highest CO2 was emitted from commercial flight. The alternative to reduce CO2 can be done by managing aircraft traffic when taxiing-out and using alternative fuel or biofuel, such as Bio Derived Synthetic Paraffinic Kerosene (Bio-SPK), that can reduce 8.45% CO2. Besides that, alternative reduction of CO2 at the airport can be done by implementing eco-airport, such as doing modernization the equipment and the using of alternative fuel at MPS facility and ground support equipment, and planting Samanea saman and Cassia sp that can that can absorb 28,488 kg CO2 per plant per year and 5,295 kg CO2 per plant per year.