DETAIL KOLEKSI

Evaluasi perbandingan hasil accretion, lsm, erosion test pada kcl dan hpwbm pada pencegahan bit balling di sumur mz


Oleh : Muhamad Zidan Gymnastiar

Info Katalog

Penerbit : FTKE - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2025

Pembimbing 1 : Maman Djumantara

Pembimbing 2 : Cahaya Rosyidan

Kata Kunci : accretion test; bit balling; HPWBM; KCl; LSM test

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2025_SK_STP_071002100028_Halaman-Judul.pdf 14
2. 2025_SK_STP_071002100028_Surat-Pernyataan-Revisi-Terakhir.pdf 1
3. 2025_SK_STP_071002100028_Surat-Hasil-Similaritas.pdf 1
4. 2025_SK_STP_071002100028_Halaman-Pernyataan-Persetujuan-Publikasi-Tugas-Akhir-untuk-Kepentingan-Akademis.pdf 1
5. 2025_SK_STP_071002100028_Lembar-Pengesahan.pdf 1
6. 2025_SK_STP_071002100028_Pernyataan-Orisinalitas.pdf 1
7. 2025_SK_STP_071002100028_Formulir-Persetujuan-Publikasi-Karya-Ilmiah.pdf 1
8. 2025_SK_STP_071002100028_Bab-1.pdf 3
9. 2025_SK_STP_071002100028_Bab-2.pdf
10. 2025_SK_STP_071002100028_Bab-3.pdf
11. 2025_SK_STP_071002100028_Bab-4.pdf
12. 2025_SK_STP_071002100028_Bab-5.pdf 1
13. 2025_SK_STP_071002100028_Daftar-Pustaka.pdf 2
14. 2025_SK_STP_071002100028_Lampiran.pdf

P Pemboran merupakan proses pembuatan lubang secara vertikal ke dalam permukaan bumi untuk mencapai target tertentu di bawah tanah. namun, dalam kondisi geologi tertentu, pemboran dapat dilakukan dengan arah miring, yang dikenal dengan istilah directional drilling. dalam industri perminyakan, target utama dari kegiatan pemboran adalah suatu lapisan batuan yang mengandung hidrokarbon dan disebut sebagai reservoir. dalam rangka mencapai reservoir tersebut, proses pemboran harus menembus berbagai formasi batuan dengan sifat dan karakteristik geologi yang berbeda-beda, seperti tingkat kekerasan, kandungan mineral, dan tingkat reaktivitas terhadap lumpur pemboran. perbedaan ini sering kali menimbulkan berbagai permasalahan teknis dalam operasi pemboran (drilling problems) yang dapat mengganggu kelancaran dan efektivitas kegiatan pemboran secara keseluruhan.salah satu jenis masalah yang sering terjadi adalah bit balling, yaitu kondisi di mana mata bor (bit) tertutup oleh potongan formasi yang menempel akibat interaksi yang tidak ideal antara formasi dan lumpur pemboran. bit balling dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain formasi tanah liat reaktif (reactive clay formation) seperti shale yang menyerap air dari lumpur, sehingga membengkak dan menempel pada bit; kondisi lumpur pemboran yang tidak sesuai seperti viskositas rendah, kemampuan angkut cutting yang buruk, atau kadar solid yang tinggi; serta properti reologi lumpur yang tidak optimal, seperti nilai gel strength dan yield point yang tidak seimbang sehingga menyebabkan potongan batuan tidak terangkut sempurna ke permukaan dan justru menumpuk di sekitar bit. selain itu, pembentukan filter cake yang terlalu tebal di dinding lubang bor juga berpotensi lepas dan menempel pada mata bor, memperburuk kondisi bit balling.masalah bit balling tidak hanya menghambat efektivitas proses pengeboran, tetapi juga berdampak pada kerusakan peralatan bor, peningkatan waktu non-produktif (non-productive time/npt), dan pembengkakan biaya operasional. dalam konteks sumur mz yang terletak di lapangan g, khususnya pada trayek 12¼”, potensi terjadinya bit balling tergolong tinggi. hal ini disebabkan oleh keberadaan formasi dengan kandungan mineral lempung reaktif jenis smectite, yang memiliki nilai cation exchange capacity (cec) berkisar antara 20 hingga 22 meq/100 gram. nilai cec yang tinggi menunjukkan bahwa formasi tersebut memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap ion dan air, yang berujung pada pembengkakan partikel lempung dan peningkatan risiko bit balling saat proses pemboran berlangsung.sebagai respons terhadap potensi tersebut, dilakukan serangkaian uji laboratorium terhadap empat jenis formulasi lumpur yang dirancang khusus untuk mengatasi masalah bit balling. pengujian meliputi metode accretion test (untuk mengetahui tingkat penempelan lumpur pada logam), linear swell meter (lsm, untuk mengukur tingkat pembengkakan shale terhadap lumpur), serta erosion test (untuk mengevaluasi daya larut formasi terhadap fluida pemboran). keempat lumpur tersebut dikembangkan dengan variasi penambahan bahan shale inhibitor, yang berbasis dua komponen utama, yakni kalium klorida (kcl) dan high performance water-based mud (hpwbm), yang dikenal lebih ramah lingkungan namun tetap memiliki daya inhibisi tinggi terhadap formasi reaktif.dari hasil pengujian, diperoleh bahwa formulasi lumpur campuran 2 menunjukkan performa terbaik di antara seluruh sampel. lumpur ini mampu menekan pembengkakan formasi (lsm) hingga 2,10%, menurunkan akresi lumpur (accretion) pada permukaan logam hingga 2,80%, dan menghasilkan tingkat erosion sebesar 14,65%. angka-angka ini menunjukkan bahwa campuran 2 memiliki kemampuan yang baik dalam menstabilkan formasi reaktif, mengurangi potensi bit balling, serta menjaga kebersihan dan efisiensi kerja mata bor. dengan demikian, formulasi ini direkomendasikan sebagai pilihan optimal untuk kondisi geologi serupa pada operasi pengeboran masa mendatang, terutama pada zona dengan karakteristik tanah liat reaktif tinggi seperti di sumur mz.kata kunci: accretion test; bit balling; hpwbm; kcl; lsm test

D Drilling is the process of creating a vertical hole into the earth’s surface to reach a specific target beneath the ground. however, under certain geological conditions, drilling can be conducted at an inclined angle, which is known as directional drilling. in the oil and gas industry, the main target of drilling operations is a rock layer containing hydrocarbons, referred to as a reservoir. to access the reservoir, the drilling process must penetrate various rock formations that have different geological properties and characteristics, such as hardness, mineral content, and reactivity to drilling mud. these variations often result in numerous technical issues during drilling operations (drilling problems) that can disrupt the overall efficiency and continuity of the drilling process.one common issue encountered is bit balling, a condition in which the drill bit becomes covered with sticky formation cuttings due to improper interaction between the formation and the drilling fluid. several factors can contribute to bit balling, including reactive clay formations such as shale that absorb water from the drilling fluid, swell, and adhere to the bit; inappropriate mud properties such as low viscosity, poor cuttings-carrying capacity, or high solids content; and suboptimal rheological properties, where imbalanced gel strength and yield point cause ineffective cuttings transport, allowing them to accumulate around the bit. additionally, an overly thick filter cake on the borehole wall can detach and stick to the bit, exacerbating the bit balling problem.bit balling not only hinders drilling efficiency but can also damage drilling equipment, increase non-productive time (npt), and escalate operational costs. in the case of the mz well located in the g field—specifically in the 12¼\\\" section—there is a high potential for bit balling due to a highly reactive formation rich in smectite, a type of clay mineral with a cation exchange capacity (cec) ranging from 20 to 22 meq/100 grams. a high cec value indicates a strong tendency of the formation to absorb water and ions, leading to swelling and a greater risk of bit balling during drilling.to address this issue, a series of laboratory tests were conducted on four mud formulations designed to mitigate bit balling. the tests included the accretion test (to measure mud adhesion on metal surfaces), linear swell meter (lsm) analysis (to evaluate shale swelling against mud exposure), and erosion test (to assess the dissolution rate of formation by drilling fluids). these muds were developed using different compositions and included shale inhibitors based on two main components: potassium chloride (kcl) and high performance water-based mud (hpwbm), known for being more environmentally friendly while still offering strong inhibition performance against reactive clays.the test results indicated that mixture 2 was the most effective formulation among the four. this mud showed the lowest swelling in the lsm test at 2.10%, the lowest accretion value at 2.80%, and an erosion result of 14.65%. these values demonstrate the formulation\\\'s ability to stabilize reactive formations, reduce bit balling risk, and maintain drilling bit cleanliness and performance. thus, mixture 2 is recommended as the optimal mud formulation for drilling in similar geological conditions, particularly in areas with high clay reactivity like the mz well.keywords: accretion test; bit balling; hpwbm; kcl; lsm test

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?