DETAIL KOLEKSI

Analisis pengalihan debitur dalam kredit pemilikan rumah (KPR) menurut hukum tanah nasional (Studi Putusan Nomor 81/Pdt.G/ 2019/PN Ckr)


Oleh : Saphira Eka Aprilia

Info Katalog

Penerbit : FH - Usakti

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2023

Pembimbing 1 : Dyah Setyorini

Subyek : Debtor and creditor;Home ownership - Law and legislation;Trusts and trustees

Kata Kunci : hukum hak tangunggan, pengalihan debitur.

Status Posting : Published

Status : Lengkap


File Repositori
No. Nama File Hal. Link
1. 2023_TA_SHK_010001900553_Halaman-Judul.pdf 9
2. 2023_TA_SHK_010001900553_Lembar-Pengesahan.pdf 16
3. 2023_TA_SHK_010001900553_Bab-1_Pendahuluan.pdf 13
4. 2023_TA_SHK_010001900553_Bab-2_Tinjauan-Pustaka.pdf 34
5. 2023_TA_SHK_010001900553_Bab-3_Metodologi-Penelitian.pdf 16
6. 2023_TA_SHK_010001900553_Bab-4_Analisis-dan-Pembahasan.pdf 17
7. 2023_TA_SHK_010001900553_Bab-5_Penutup.pdf 6
8. 2023_TA_SHK_010001900553_Daftar-Pustaka.pdf 3
9. 2023_TA_SHK_010001900553_Lampiran.pdf 55

P enelitian ini membahas tentang perkara putusan nomor 81/pdt.g/2019/pn ckr mengenai pengalihan debitur tanpa sepengetaun dari kreditur dalam jual beli tanah kredit pemilikan rumah (KPR) yang dilakukan dibawah tangan yang mana tanah tersebut berstatus jaminan bank sebagaimana yang terjadi dalam kasus di Cikarang. Dengan permasalahan bagaimana pengalihan debitur dalam kredit pemilikan rumah (KPR) menurut hukum tanah nasional dan bagaimana pertimbangan hakim dalam putusan nomor 81/pdt.g/ 2019/pn ckr ditinjau dari undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dan peraturan pemerintah nomor. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Tipe penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif. Untuk memperoleh data sekunder dilakukan studi kepustakan. Data analisis secara kualitatif dan penarikan kesimpulan menggunakan deduktif. Hasil kongkrit adalah pengalihan debitur dapat dilakukan yaitu pertama, dengan sepengetahuan kreditur dapat dilakukan debitur baru dengan cara yang sama seperti mengajukan permohonan KPR pada bank. Kedua, tanpa sepengetahuan kreditur dilakukan melalui transaksi jual beli yang dilakukan dibawah tangan. Pada perkara putusan tersebut pertimbangan hakim kurang tepat karena peralihan debitur tanpa sepengetahuan kreditur termasuk wanprestasi, dimana kreditur dapat menuntut debitor memberikan untuk ganti rugi serta berpotensi batal demi hukum. Dilihat Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 bahwa jual beli harus dilakukan dihadapan PPAT, namun jual beli tersebut hanya dibuktikan dengan kwitansi penerimaan uang dan surat perjanjian dibawah tangan serta tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) menurut ketentuan UUHT.

Bagaimana Anda menilai Koleksi ini ?