Analisis yuridis kekuatan pembuktian pada putusan bebas terdakwa dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur (Studi Putusan No: 51/Pid.Sus/2016/Pn.Kbu)
P asal 183 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah dasar berlakunya sistem pembuktian yang dianut oleh peradilan pidana Indonesia. Pada tahap pembuktian ini, hakim dapat menilai seseorang bersalah atau tidak dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum. Namun, tidak semua kasus pidana dalam proses pembuktiannya itu mudah. Tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur adalah salah satu kasus yang termasuk proses pembuktiannya sulit. Pada kasus tersebut, sering terjadi kekurangan alat bukti yang sah sehingga syarat minimum dua alat bukti tidak terpenuhi. Jika dilihat dari permasalahan tersebut, maka timbul kendala dalam menentukan bagaimana menentukan kekuatan pembuktiannya serta pertimbangan-pertimbangan seperti apa yang harus dilakukan hakim dalam memutus kasus persetubuhan terhadap anak di bawah umur tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianilisis secara kualitatif, pengambilan kesimpulan berdasarkan pola pikir deduktif. Dalam putusan nomor 51/Pid.Sus/2016/Pn.Kbu, hakim mevonis bebas terdakwa tindak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur. Dilihat dari proses pembuktiannya, hakim tidak sepenuhnya memandang alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum dan telah keliru dalam menjabarkan unsur-unsur pasal yang didakwakan penuntut umum. Sehingga, putusan tersebut dapat dianggap sebagai suatu putusan yang bermasalah.