Tinjauan yuridis pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia pasca putusan mahkamah konstitusi Nomor 30/ PUU-XIV/201
P utusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 menjadi dasar legalitas baru pengisian keanggotaan DPD. Implikasi Putusan MK tersebut terhadap pengisian calon keanggotaan DPD dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 menarik untuk dilakukan penelitian. Pokok permasalahannya adalah bagaimana mekanisme pengisian keanggotaan DPD berdasarkan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan bagaimana implikasi Putusan MK Nomor 30/PUU-XIV/2018 terhadap keanggotaan DPD.Tipe penelitian yang dipilih adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya ditarik kesimpulan secara deduktif. Kesimpulannya adalah mekanisme pengisian keanggotaan DPD secara prosedural harus memenuhi syarat-syarat pencalonan seperti yang diatur dalam Pasal 182 UU Nomor 7 Tahun 2017 jo. Pasal 60 PKPU Nomor 21 Tahun 2018. Rangkap jabatan keanggotaan DPD dengan fungsionaris Partai Politik, apabila landasan hukumnya adalah Pasal 182 UU Nomor 7 Tahun 2017 jo. Pasal 60 PKPU Nomor 21 Tahun 2018, maka bukanlah merupakan pelanggaran konstitusi. Implikasi Putusan MK Nomor 30/PUU-XIV/2018 yaitu putusan MK tidak berlaku bagi anggota DPD yang masih menjadi pengurus parpol saat ini, kecuali yang bersangkutan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD setelah adanya putusan. Terhadap bakal calon anggota DPD yang kebetulan merupakan pengurus parpol maka KPU memberikan kesempatan dengan syarat calon tersebut telah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan parpol, yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis. Anggota DPD sejak Pemilu 2019 sampai dengan ke depan yang menjadi pengurus parpol adalah bertentangan dengan UUD 1945.